GELORA.CO - Anggota Komisi I DPR, Fadli Zon digugat DPD Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) Kota Tangerang.
Fadli Zon selaku Ketua DPP IKM dinilai merugikan pemohon terkait surat pencabutan SK Pengurus DPD IKM Kota Tangerang yang melenceng dari AD/ART organisasi.
Sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (SIPP Jakpus), Minggu (31/1/2021), di mana kasus bermula saat Fadli Zon menerbitkan Surat DPP IKM Nomor 042/um-DPP IKM/JKT/XII/2020 tertanggal 29 Desember 2020 Perihal Surat Pencabutan SK Pengurus DPD IKM Kota Tangerang. SK ini ditentang oleh DPD IKM Kota Tangerang. Gugatan pun dilayangkan ke pengadilan.
Gugatan itu terdaftar di PN Jakpus dengan nomor 60/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst, Duduk sebagai penggugat adalah Ketua DPD IKM Kota Tangerang, Indra Jaya. Sedangkan tergugat yaitu Dr Fadli Zon SS MSc dan Nefri Hendri (Sekjen DPP IKM).
Berikut tuntutan DPD IKM Kota Tangerang:
Bahwa klien kami merasa dirugikan baik secara materil dan imateril atas Surat DPP IKM Nomor : 042/um-DPP IKM/JKT/XII/2020 tertanggal 29 Desember 2020 Perihal Surat Pencabutan SK Pengurus DPD IKM Kota Tangerang yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang telah diatur dalam Anggaran Dasar IKM (Ikatan Keluarga Minangkabau).
Bahwa berdasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa "tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Sebagaimana diketahui, kiprah Fadli Zon sebagai Ketum DPP IKM cukup kontroversial. Salah satunya saat ia mengusulkan nama Provinsi Sumatera Barat berganti nama menjadi Provinsi Minangkabau. Fadli Zon mengatakan wacana perubahan nama itu bukan hal baru. Fadli yang merupakan keturunan Minang, setuju nama Sumatera Barat itu diganti. Apalagi, kata dia, kondisi saat ini sangat relevan.
"Nama 'Minangkabau' memang jauh lebih tepat dipakai jika ditinjau dari sisi sejarah dan kebudayaan. Apalagi, secara demografis, 88,35 persen masyarakat yang hidup di Sumatera Barat memang berasal dari etnis Minangkabau," ujar Fadli dalam keterangan tertulis, Rabu (23/9/2020).
"Usulan perubahan tersebut bukan didorong sentimen etnisitas yang dangkal. Kita tahu, nama Aceh, Papua, atau Bali, juga sejak lama telah digunakan sebagai nama provinsi. Dan itu ada hubungannya dengan keistimewaan sejarah, budaya, dan identitas yang melekat pada etnis bersangkutan. Saya menilai, masyarakat Minangkabau juga layak mendapatkan kehormatan serupa itu," ujar dia.
Dia pun membeberkan sejumlah alasan nama Sumbar ayak diganti menjadi Minangkabau. Atas dasar itu, Fadli menilai pantas orang Minang mengusulkan pergantian nama Sumatera Barat. Bahkan, dalam pemahaman Fadli, Minangkabau layak menjadi daerah istimewa.
"Bahkan, mengingat peran kesejarahan tadi, pemerintah sebenarnya pantas juga untuk mempertimbangkan Minangkabau menjadi daerah istimewa, sama seperti halnya Aceh, Papua, dan Yogyakarta. Tapi, untuk tahap awal, saya kira usul perubahan nama 'Sumatera Barat' menjadi 'Minangkabau' ini perlu didahulukan," ujar Fadli.
"Kita pernah mengubah nama Ujung Pandang menjadi Makassar, nama yang lebih dekat dengan identitas masyarakat setempat. Nama resmi Aceh bahkan pernah beberapa kali diubah. Begitu juga Irian Jaya diganti nama dengan Papua di zaman Presiden Abdurrahman Wahid. Sehingga, usulan perubahan nama 'Sumatera Barat' menjadi 'Minangkabau' merupakan hal yang lumrah dan lazim," sambung Fadli.(dtk)