GELORA.CO - Beredar maklumat Kapolri yang salah satu isinya melarang masyarakat menguggah dan mengakses konten FPI di website dan media sosial (medsos).
Apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ataupun diskresi Kepolisian.
Dekan Fakultas Hukum Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Trisno Raharjo menilai, pelarangan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang cukup, dan berlebih, mengingat pelarangan tersebut hanya bersandarkan kepada maklumat.
Bila maklumat dijadikan sandaran terkait larangan mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI, harus ada aturan terkait sanksi terhadap ketentuan pelarangan tersebut dalam hal ini merujuk ketentuan pidana apa? Bukan sekedar tindak pidana melawan perintah pejabat penegak hukum sebab terlalu umum bila menjadi dasar diskresi pihak kepolisian.
“Biasanya sanksi pidana yg dihubungkan dengan pengumuman atau maklumat yang berisikan larangan hanya berlaku dalam kondisi perang. Saat ini kita tidak berada dalam kondisi tersebut, bila dihubungkan dengan kondisi saat ini yaitu darurat bencana, juga tidak relevan dan tidak berhubungan,” terangnya.
Menurut Trisno maklumat tersebut justru menunjukan kepolisian bukan penerapan diskresi tetapi menjadi bentuk penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan oleh penegak hukum dalam hal ini kepolisian.
“Pada akhirnya maklumat ini menjadikan pihak kepolisian sebagai alat kekuasaan bukan pengayom masyarakat,” tandasnya. (*)