GELORA.CO - Nelayan Pulau Lancang, Hendrik Mulyadi, menceritakan detik-detik saat menyaksikan pesawat Sriwijaya Air SJ182 jatuh. Dia melihat ombak yang cukup tinggi saat itu.
Hendrik berada di lokasi yang diduga kuat menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 itu bersama dua rekananya yang merupakan ABK di kapal pencari rajungannya.
"Saat itu hujan cukup besar (kemungkinan berkabut), dan kami bertiga di tengah laut sedang konsentrasi mengambil bubu (alat penangkap rajungan), tiba-tiba ada seperti kilat ke arah air disusul dentuman keras, puing berterbangan sama air (ombaknya) tinggi sekali, untung kapal saya enggak apa-apa," kata Hendrik, dikutip dari Antara, Senin (11/1/2021).
Setelah rangkaian kejadian yang berlangsung di bawah dua menit tersebut, Hendrik mengaku dirinya dan dua rekannya tidak bisa melakukan apa-apa selain bertanya-tanya ada apa gerangan yang terjadi dan sempat mengira itu adalah bom yang jatuh dan meledak.
Namun anehnya, menurut Hendrik sesaat sebelum kejadian tidak terdengar suara mesin pesawat sebelum dentuman keras, serta tidak terlihat kobaran api membubung sesaat setelah dentuman keras.
"Suara mesin nggak ada. Terus saat kejadian nggak kelihatan ada api, hanya asap putih, puing-puing yang berterbangan, air yang berombak besar, dan ada aroma seperti bahan bakar," katanya.
Meski tidak mengalami cedera dan kapalnya tidak mengalami kerusakan, Hendrik mengaku masih terguncang, hingga tidak enak makan dan tidur sampai tak sanggup bekerja mencari rajungan seperti sedia kala.
Untuk diketahui, pesawat Sriwijaya Air nomor register PK-CLC dengan nomor penerbangan SJ-182 dengan rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada Sabtu (9/1) pukul 14.40 WIB dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki.
Pesawat jenis Boeing 737-500 itu hilang kontak pada posisi 11 nautical mile di utara Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang setelah melewati ketinggian 11.000 kaki dan pada saat menambah ketinggian di 13.000 kaki.
Pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta pukul 14.36 WIB. Jadwal tersebut mundur dari jadwal penerbangan sebelumnya 13.35 WIB. Penundaan keberangkatan karena faktor cuaca.
Berdasarkan data manifes, pesawat yang diproduksi tahun 1994 itu membawa 62 orang terdiri atas 50 penumpang dan 12 orang kru. Dari jumlah tersebut, 40 orang dewasa, tujuh anak-anak, tiga bayi. Sedangkan 12 kru terdiri atas, enam kru aktif dan enam kru ekstra.(dtk)