GELORA.CO - Publik sempat digegerkan oleh penemuan benda yang disebut-sebut sebagai drone yang diduga berasal dari China atau Tiongkok.
Benda itu ditemukan oleh seorang nelayan di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan pada Desember 2020 lalu.
Sampai saat ini masih belum ada negara yang mengklaim kepemilikan alat tersebut.
Diketahui, alat itu adalah sea glider, benda yang digunakan untuk kepentingan riset mengumpulkan data terkait kedalaman laut.
Fakta itu disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan laut (KASAL) Laksamana TNI Yudo Margono pada konferensi pers Senin (4/1/2021).
Laksamana Yudo menjelaskan, penggunaan alat ini masih belum diatur dala hukum laut internasional atau biasa dikenal dengan nama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Selain tidak diatur dalam UNCLOS, Indonesia juga belum mengatur penggunaan sea glider.
Berkaca dari kejadian ini, pihak TNI mungkin akan mengajukan dibuat peraturan presiden (Perpres) terkait pelarangan penggunaan sea glider di Indonesia.
Laksamana Yudo mengatakan, pihaknya masih menunggu kabar dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu) jika ada negara yang mengaku memiliki drone tersebut.
"Sampai saat ini tidak ada negara yang mengklaim ini punya siapa," katanya.
"Sehingga nanti akan kita laporkan melalui Kemlu untuk penemuan ini."
Yudo mengakui, pihaknya memang belum berkomunikasi dengan negara-negara lain terkait keberadaan benda tersebut.
Namun ia meyakini negara-negara yang memiliki alat sea glider pasti sudah menyadari dari pemberitaan di media massa.
"Tapi kemarin dari publikasi rekan-rekan media, saya yakin negara-negara lain sudah tahu itu punya siapa," ungkap Yudo.
"Pasti sudah sampai ke negara-negara lain yang memiliki peralatan sea glider seperti ini."
Yudo mengatakan, nasib alat sea glider itu kini menjadi hak pemerintah Indonesia apakah ingin dipakai untuk riset atau dihancurkan.
Media Asing Peringatkan soal Drone Buatan China
Di sisi lain, penemuan drone bawah laut oleh seorang nelayan di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan menarik perhatian media asing.
Dilansir TribunWow.com, drone tersebut diduga merupakan buatan China berdasarkan desainnya.
Menurut Herald Sun Australia pada Sabtu (2/1/2021), drone itu berbentuk rudal dengan panjang 225 sentimeter, ekor 18 sentimeter, sayap masing-masing kanan dan kiri 50 sentimeter, serta antena 93 sentimeter.
Drone ini juga dilengkapi sensor di bagian depannya dan kamera.
Hal yang menjadi perhatian adalah wilayah perairan itu merupakan jalan terbuka menuju Australia utara.
Selain itu, ditemukan pula drone yang sama di Pulau Tenggol, Masalembu, Laut Flores.
Sebelumnya penemuan serupa pernah terjadi pada Maret 2019 di Kepulauan Riau, dekat perbatasan dengan Singapura serta di dekat Pangkalan Angkatan Laut Surabaya.
Drone semacam ini dikenal dengan nama kendaraan bawah laut tanpa awak (uncrewed underwater vehicles atau UUVs).
Drone yang berbentuk torpedo itu dilengkapi dengan sayap yang membuatnya dapat berenang di laut dengan berulang kali muncul ke permukaan lalu menyelam.
UUVs dapat bertahan selama setidaknya satu bulan di laut.
Akademi Sains China diketahui pernah mengumumkan hasil desain mereka terhadap alat tersebut pada Desember 2019.
Mereka kemudian melakukan uji coba, hasilnya menunjukkan UUVs dapat menempuh 12 ribu kilometer dan menyelam 6,5 kilometer dari permukaan.
Drone ini dapat digunakan sebagai pemburu di dasar lautan.
Kemampuannya mencakup menentukan lokasi, mengidentifikasi, mengikuti, mengambil gambar, serta mencari target musuh di bawah laut.
Alat ini juga dapat menganalisis kontur dasar laut tempatnya melaju.
"Alat ini mungkin tampak polos, tetapi secara alami mereka dibuat untuk mencurigai. Kasus ini menjadi bukti China tengah melakukan observasi militer terhadap rute bawah laut yang potensial, melewati Samudera Hindia dan perairan Indonesia, atau bahkan rencana angkatan laut lainnya," komentar analis pertempuran laut, HI Sutton.
"Rute ini, Selat Sunda dan Selat Lombok, menjadi penting dalam masa perang," jelasnya.
"Pengetahuan yang dikumpulkan drone ini dapat bernilai bagi Angkatan Laut China jika hendak menggunakan jalur ini," tambah Sutton. (*)