GELORA.CO - Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane melihat adanya pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) berdasarkan hasil rekontruksi yang dilakukan Bareskrim Polri terkait insiden baku tembak antara polisi dan laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Cikampek.
"Sehingga pelanggaran SOP itu membuat aparatur kepolisian melakukan pelanggaran HAM. Kami berharap Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut. Kami juga berharap Komnas HAM dan Komisi III DPR mau mencermati pelanggaran SOP yang kemudian menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam kematian anggota FPI yang mengawal Rizieq," tegas Neta dalam keterangannya, Senin (14/12).
Neta melihat terdapat setidaknya ada tiga pelanggaran SOP yang dilakukan anggota Polri, terutama dalam kasus kematian empat anggota FPI di dalam mobil petugas kepolisian. Pertama pada saat keempat anggota FPI yang masih hidup, setelah dua temannya tewas usai baku tembak, sebagaimana hasil rekontruksi yang dilakukan polisi. Malah, dimasukkan ke dalam mobil polisi tanpa diborgol.
"Ini sangat aneh, Rizieq sendiri saat dibawa ke sel tahanan di Polda Metro Jaya tangannya diborgol aparat. Kenapa keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi itu tangannya tidak diborgol saat dimasukkan ke mobil polisi?" tanya dia.
Kedua, lanjut Neta, memasukkan keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak ke dalam mobil yang berkapasitas delapan orang, yang juga diisi anggota polisi. Dinilai ia bukanlah sebuah tindakan yang tidak masuk akal, irasional, dan sangat aneh.
"Ketiga, anggota Polri yang seharusnya terlatih terbukti tidak Promoter dan tidak mampu melumpuhkan anggota FPI yang tidak bersenjata, sehingga para polisi itu main hajar menembak dengan jarak dekat hingga keempat anggota FPI itu tewas," ujarnya.
"Dari ketiga kecerobohan ini terlihat nyata bahwa aparatur kepolisian sudah melanggar SOP yang menyebabkan keempat anggota FPI itu tewas di satu mobil. Dari penjelasan Kadiv Humas Polri itu terlihat betapa cerobohnya anggota polisi tersebut," kata Neta.
Soroti Keterangan Kadiv Humas
Kemudian Neta pun menyoroti keterangan yang disampaikan, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat keempat orang itu diamankan di rest area KM 50 dan dibawa ke mobil oleh petugas namun pelaku melakukan perlawanan.
"Namun saat keempat orang itu diamankan di rest area KM 50 dan dibawa ke mobil oleh petugas, di perjalanan melakukan perlawanan. Pelaku mencoba merebut pistol dan sempat mencekik petugas saat mobil baru berjalan 1 kilometer di jalan tol Jakarta-Cikampek. Kemudian terjadi pergumulan di dalam mobil yang akhirnya memaksa petugas melakukan tindakan tegas terukur. Keempatnya tewas setelah polisi melakukan tindakan tegas terukur," statement Argo yang jadi sorotan Neta.
Dari penjelasan Argo tersebut, IPW pun mempertanyakan, di mana promoternya Polri. Sebab itulah, Komnas HAM dan Komisi III perlu mendesak dibentuknya Tim Independen Pencari Fakta agar kasus ini terang benderang.
"Jika Jokowi mengatakan tidak perlu Tim Independen Pencari Fakta dibentuk, berarti sama artinya bahwa Presiden tidak ingin kasus penembakan anggota FPI ini diselesaikan tuntas dengan terang benderang, sehingga komitmen penegakan supremasi hukum Jokowi patut dipertanyakan," tegasnya.[]