GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyinggung upaya menyingkirkan petinggi Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab.
Hal itu diungkapkannya dalam kanal YouTube Refly Harun, Minggu (27/12/2020).
Mulanya, Refly Harun menyinggung soal pemerintah Indonesia yang dirayu menjalin hubungan dengan Israel.
"Ketika Israel masih menjajah negara Palestina, terlepas dari pro dan kontranya," kata Refly.
Secara konstitusional, Refly menyebut Indonesia tak seharusnya menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Pasalnya, kini Israel diketahui tengah menjajah Palestina.
"Maka tidak ada justifikasi bagi Indonesia membuka hubungan dengan negara penjajah," ucap dia.
"Harusnya begitu sikap kita terhadap Israel, terlepas dengan keyakinan, agama dan sebagainya."
"Sikap kita adalah sikap yang konstitusional yang didasarkan pada konstitusi negara UUD 1945."
"Jadi ini analisis, kita hormati aja, namanya analisis belum tentu benar dan belum tentu salah," tambahnya.
Saat ini, Refly justru melihat upaya menyingkirkan Rizieq Shihab.
Ia menyebut semua upaya itu bermula setelah Rizieq Shihab kembali ke Indonesia.
"Yang jelas upaya menyingkirkan Habib Rizieq Shihab dan FPI sangat terlihat jelas," tutur Refly.
"Sejak kepulangan Habib Rizieq dari Arab Saudi 10 November 2020 yang lalu."
Menurut Refly, pemerintah seolah tak menyangka Rizieq Shihab akan disambut begitu meriah.
Apalagi, terdapat ratusan ribu massa yang menyambut kepulangan petinggi FPI tersebut.
"Barangkali pemerintah atau penguasa surprise, tidak menduga bahwa ada ratusan ribu bahkan jutaan orang yang menyambutnya di Bandara Soekarno-Hatta," ujar Refly.
"Ini menunjukkan popularitas Habib Rizieq luar biasa."
"Belum ada seorang pejabat pun atau seorang tokoh pun disambut sedemikian besar dan meriah selama republik ini berdiri."
"Hingga ratusan ribu sampai jutaan orang," sambungnya.
Tak hanya soal kerumunan, kini tanah pesantren milik Rizieq Shihab turut disita pemerintah.
"Tapi cerita setelah itu adalah Habib Rizieq yang harus ditangkap, ditahan karena pelanggaran protokol kesehatan."
"Pesantren di Mega Mendung yang selama ini adem-ayem saja juga berpotensi direbut negara dengan alasan tanah itu milik BUMN," tandasnya. (*)