GELORA.CO - Ahli hukum tata negara Refly Harun mengkritik Polda Metro Jaya karena menetapkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) sebagai tersangka kasus kerumunan pernikahan anaknya pada Sabtu lalu (14/11).
Kritik itu disampaikan Refly melalui video berdurasi 12 menit 27 detik yang diunggah melalui akun Youtube pribadinya.
"Kita kembali pada hal yang lebih fundamental tentang tujuan hukum. Apa sih tujuan hukum tersebut? Salah satunya adalah ketertiban masyarakat," kata Refly, seperti diberitakan Kantor Berita RMOLJakarta, Sabtu (12/12).
Refly mengakui, tindakan HRS menimbulkan kerumunan di masa pandemi virus corona baru (Covid-19) merupakan sebuah kesalahan.
Meski demikian, Refly menganggap tindakan itu bukan sebuah kejahatan dengan pemberatan seperti perampokan dan sebagainya.
Refly juga mempersoalkan tindakan polisi yang menjerat HRS dengan pasal 160 KUHP. Sebabnya, pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan dianggap kurang gagah, kurang greng, untuk dapat dijadikan alat melegitimasi untuk menangkap dan menahan HRS.
Ia mempertanyakan dimana unsur menghasut yang disangkakan kepada HRS, dalam kasus kerumunan yang menjeratnya?
Ia mengingatkan bahwa dari unsur menghasut, maka muncul akibat, dan dia mempertanyakan darimana muncul akibatnya? Apalagi ketika akibat yang dikhawatirkan itu tidak terjadi.
Dalam pemeriksaan Covid-19 terhadap warga Petamburan, kata Refly, menurut informasi yang dia terima ada lima orang warga Petamburan yang terjangkit, namun kelimanya tidak hadir dalam acara itu dan mereka terkena Covid-19 dari liburan.
Secara pos facto, lanjut Refly, tidak ada yang perlu dirisaukan dari kerumunan tersebut, hanya saja memang perlu diberikan teguran yang keras,.
Bahkan kata Refli, jika perlu, denda administrasi yang lebih besar lagi kalau memang dimungkinkan.
"Jadi, bukan dengan pendekatan pidana untuk memenjarakan orang, menangkap orang, menahan orang sebagaimana tren yang terjadi saat ini. Salah sedikit tangkap, tahan, sebagaimana berlaku atau terjadi terhadap aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia," tegas Refly.
Ia pun mengajak masyarakat untuk menjaga demokrasi bangsa Indonesia dan tidak menggunakan hukum sebagai alat represi, melainkan sebagai alat untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil gelar perkara pada 8 Desember 2020. Dalam kasus ini Habib Rizieq disangkakan dengan pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP. Sedangkan 5 tersangka lainnya dijerat Pasal 93 UU 6/2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. []