GELORA.CO - Pakar Hukum dan Hak Asasi Manusia dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Heru Susetyo, meminta pihak kepolisian menjelaskan definisi tindakan tegas dan terukur dalam kasus tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di tangan aparat. Peristiwa yang terjadi pada 7 Desember dini hari di Rest Area KM 50 Tol Cikampek itu dinilai penuh kejanggalan.
Heru meminta polisi dapat menjelaskan kriteria, bukti, dan ukuran dari perbuatan tegas terukur yang disampaikan kepolisian. Heru juga mempertanyakan peristiwa yang terjadi pada dini hari baru dikabarkan kepolisian pada siang hari setelah diketahui luas dan menghebohkan publik. Menurut Heru, hal itu juga perlu dijelaskan kepada publik.
"Mengapa tidak ditembak bagian kaki? Pastinya kekuatan FPI dan polisi lebih kuat polisi karena dilengkapi dengan pistol atau senjata yang lebih canggih. Ini extra judicial killing bukan suatu law enforcement," kata dia kepada Republika, Rabu (16/12).
Dia menganggap tindakan aparat kepolisian hingga menimbulkan jatuhnya enam korban jiwa tidak serta-merta dapat dikatakan sebagai penegakan hukum (law enforcement). Dia menegaskan, kasus tertembaknya enam anggota FPI hingga tewas cenderung sebagai perbuatan extra judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan.
Menurut Heru, penegakan hukum membutuhkan beberapa prasyarat, yakni adanya prosedur terkait kode etik dan profesionalisme serta adanya hukum acara. Sementara itu, tujuan aparat kepolisian dalam insiden tersebut bukan dalam upaya pengejaran orang yang menjadi tersangka atau buron, melainkan sekadar melakukan pengintaian misi intelijen daripada misi penangkapan atau pencarian keterangan.
"Polisi pun tidak menggunakan identitas dan atribut, tidak menggunakan seragam, dan tidak ada surat perintah," kata Heru.
Heru pun berharap ,Komnas HAM bisa melakukan investigasi yang pro justicia dan adil. Ia juga berharap, polisi membuka diri bila mendapati ada yang bersalah melakukan pelanggaran hukum. "Dan kita harus mendengar dari kedua belah pihak, saksi mata, CCTV. Jangan membuat opini satu pihak, tapi harus adil, yang salah dihukum," kata dia.
Istilah tegas dan terukur kerap disampaikan pihak kepolisian dalam menjelaskan peristiwa tewasnya enam laskar FPI. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di lokasi rekonstruksi jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 mengatakan, sesuai dengan adegan yang dilakukan dalam rekonstruksi, sejak di titik pertama lokasi kejadian petugas sudah dihadang dan mendapat serangan dari kelompok FPI. Petugas berusaha membela diri, mereka terus menyerang hingga akhirnya terjadi baku tembak seperti yang terjadi dalam adegan rekonstruksi di titik kedua lokasi kejadian.
Setelah terjadi baku tembak, kelompok orang itu kabur masuk jalan Tol Jakarta-Cikampek dan akhirnya bisa dibekuk di Rest Area KM 50 jalan Tol Jakarta-Cikampek, seperti adegan dalam rekonstruksi di titik ketiga. Dari enam pelaku dalam satu mobil, dua orang di antaranya ternyata sudah meninggal akibat baku tembak. Sehingga, polisi membawa dua orang itu terlebih dahulu untuk dibawa ke rumah sakit.
Sedangkan empat pelaku lainnya masih masih dalam penanganan di rest area. Setelah itu, petugas membawa empat orang tersebut ke Mapolda Metro Jaya dengan menggunakan mobil Daihatsu Xenia.
Sekitar satu kilometer dari rest area, keempat pelaku itu justru menyerang petugas sampai berupaya merebut senjata milik petugas di dalam mobil. Karena itulah petugas menembak pelaku hingga akhirnya meninggal dunia. Kejadian itu terungkap dalam adegan-adegan di titik keempat rekonstruksi. "Daripada didahului, petugas melakukan tindakan tegas dan terukur," kata Argo. []