GELORA.CO - Partai NasDem angkat bicara mengenai aksi 1812 yang digelar FPI dkk untuk menuntut dibebaskannya Habib Rizieq Shihab (HRS). NasDem menilai tekanan melalui aksi demo tidak akan membuat aparat penegak hukum membebaskan seorang tersangka.
"Sama sekali nggak akan berdampak karena tentu aparat penegak hukum pun tidak akan menjadikan alasan tekanan massa menjadi alasan untuk mengeluarkan seorang tersangka dari tahanan ya. Karena harus ada alasan yang cukup seperti pertimbangan diskresi dari kepolisian atau hasil dari keputusan pra-peradilan," ujar Ketua DPP Partai NasDem, Taufik Basari ketika dihubungi, Jumat (18/12/2020).
Anggota Komisi III DPR RI itu menegaskan Indonesia merupakan negara yang berasaskan hukum. Taufik menilai seharusnya pembelaan hukum dilakukan bukan melalui aksi demo, namun mekanisme hukum.
"Dan karena kita negara hukum semestinya mekanisme hukum itu lah yang dipergunakan, bukan dengan cara menekan melalui aksi unjuk rasa seperti ini," ujarnya.
"Jadi menurut saya tujuan dari aksi unjuk rasa ini memang tidak tepat karena memang bisa ditempuh melalui mekanisme hukum yang tersedia," sambung Taufik.
Ketua Fraksi NasDem MPR RI itu pun mengatakan aksi 1812 memiliki lebih banyak mudarat daripada manfaat. Taufik pun menyebut aksi demo hanya akan memperluas penyebaran virus Corona (COVID-19).
"Kalau kita bicara soal asas kemanfaatan ya aksi unjuk rasa dengan tujuan untuk, proses hukum seperti ini ya tidak ada manfaatnya. Bahkan lebih banyak mudaratnya karena ada dampak-dampak lain terkait dengan penyebaran COVID-19 yang akan berpotensi semakin meluas ketika kita melakukan pengumpulan massa seperti ini," ungkapnya.
Selain itu, Taufik mengatakan undang-undang telah menyediakan berbagai mekanisme hukum. Salah satunya adalah mekanisme praperadilan yang dapat dilakukan untuk membebaskan seorang tahanan.
"Misalnya terkait dengan adanya penahanan, mengajukan praperadilan sepanjang ada alasan-alasan yang cukup sehingga model-model penekanan seperti aksi unjuk rasa seperti itu, ya tidak ada hal yang bisa mempengaruhi proses hukum yang berjalan," kata Taufik.
Seperti diketahui, aksi 1812 tetap digelar di sekitar Istana Negara, tepatnya di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, hari ini. Padahal aksi 1812 tak mendapat izin dari polisi.
Massa yang mengikuti aksi ini tidak banyak seperti pada aksi-aksi sebelumnya. Namun disayangkan, sempat terjadi kericuhan antara massa dan polisi.
Polda Metro Jaya mengatakan setidaknya ada dua petugas kepolisian yang mengalami luka saat bertugas mengamankan aksi 1812 di Jakarta. Dua polisi tersebut diketahui terkena sabetan senjata tajam.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan dua petugas tersebut terluka saat berupaya membubarkan peserta aksi di dekat kantor Gubernur DKI Jakarta.
"Sampai saat ini, yang tadi saja ada yang kena sabetan sajam. Anggota pada saat dilakukan pembubaran di depan kantor Gubernur DKI Jakarta, ada dua (petugas)," kata Yusri kepada wartawan, Jumat (18/12).
Selain itu, dari hasil rapid test yang telah dilakukan petugas kepada warga yang hadir di lokasi, ada 22 orang reaktif virus Corona. Saat Ini 22 warga tersebut dirujuk ke RSD Wisma Atlet.
"Ini masih kita datakan semua, tapi 22 orang ini kita rujuk ke Wisma Atlet untuk kita lakukan standar protokol kesehatan. Kita akan lakukan swab test di sana. Kalau sampai reaktif, akan kita rawat, isolasi," terang Yusri.(dtk)