Mujahid 212: Di Balik Pernyataan Menko Mahfud Ada Faktor Ketidaksukaan pada FPI

Mujahid 212: Di Balik Pernyataan Menko Mahfud Ada Faktor Ketidaksukaan pada FPI

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Ada faktor ketidaksukaan dengan Front Pembela Islam (FPI) terkait sengketa lahan pondok pesantren milik Habib Rizieq Shihab di Megamendung dengan PTPN VIII.

Hal itu disampaikan oleh Mujahid 212, Damai Hari Lubis atas pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang mempersilakan agar lahan sengketa tersebut digunakan untuk pesantren dengan syarat.

"Kenapa nggak tanah HGU (Hak Guna Usaha) milik negara (perkebunan atau perhutani) yang lain saja, masih banyak kok kalau memang pemerintah atau Menko Polhukam menyatakan tanah boleh buat pesantren, hanya saja dikelola secara bersama-sama MUI, Muhammadiyah dan NU dan juga FPI," ujar Damai kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (29/12).

Padahal, kata Damai, masih banyak lahan HGU lainnya jika memang diperbolehkan untuk pondok pesantren yang dikelola bersama-sama.

"Kenapa harus tanah yang sudah dikuasai oleh sebab telah dibeli hak garapnya oleh FPI? Itu kan artinya hanya faktor nggak suka pada FPI," kata Damai.

Menurut Damai, pernyataan yang disampaikan Mahfud bernada ambigu karena tidak berdasarkan hukum. Seolah tanah yang diminta oleh PTPN tetap boleh untuk pesantren, namun bukan dimiliki hak garapnya oleh FPI.

“Kebijakan Menko Polhukam nyata ambigu, oleh sebab tidak berdasarkan hukum," pungkas Damai.

Pernyataan Mahfud tersebut merupakan salah satu materi yang disampaikan saat menjadi Keynote Speaker selaku Ketua Dewan Pakar Majelis Nasional (MN) KAHMI di acara Webinar Dewan Pakar MN KAHMI, Minggu malam (27/12).

"Kalau saya sih berpikir gini sih. Itu kan untuk keperluan pesantren. Ya Terus kan saja lah untuk keperluan pesantren, tapi kalau yang ngurus misalnya Majelis Ulama, NU, Muhammadiyah gabung, gabungan lah termasuk kalau mau FPI disitu gabung ramai-ramai misalnya ya," kata Mahfud.

Namun demikian, Mahfud mengaku tidak mengetahui solusinya karena persoalan tersebut merupakan urusan hukum pertanahan.

"Tetapi itu masalah hukum dalam arti hukum administrasinya itu akan ada di pertanahan dan BUMN. Sehingga silakan saja apa kata hukum tentang itu semua, itu betul UU hukum agraria mengatakan bahwa tanah kita sudah ditelantarkan 20 tahun dan digarap oleh petani, atau seseorang tanpa dipersoalkan itu bisa dimintakan sertifikat," terang Mahfud. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita