GELORA.CO - Komisi II DPR RI mendorong Menko Polhukam Mahfud MD untuk menuntaskan persoalan tanah 'Hak Guna Usaha (HGU) Gila' sebagaimana dikeluhkan dalam cuitan akun Twitter pribadi @mohmahfudmd.
Sebab, ketimpangan pada sektor pertanahan khusunya HGU betul-betul nyata.
Begitu disampaikan anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, sesaat lalu, Sabtu (26/12).
"Saya mendorong Pak Mahfud dengan kewenangan yang ada membahas masalah HGU 'gila' ini hingga ke akarnya. Ketimpangan penguasaan tanah kita luar biasa timpang," ujar Mardani.
Menurut Mardani, peta penyelesaian kasus 'HGU Gila' itu sebetulnya sangat sederhana. Namun, harus didukung oleh political will yang kuat oleh pemerintah termasuk Presiden Joko Widodo.
"Bisa ditunjuk salah satu institusi BPN misalnya untuk menuntaskan masalah ini, didukung Kementerian Kehutanan, KemenkumHAM hingga Kemendagri biar dapat mengurai masalah penguasaan tanah HGU 'gila' ini," tuturnya.
"Presiden Jokowi perlu memberikan kewenangan yang cukup ditambah political will yang kuat," imbuhnya.
Dengan begitu, kata Politisi PKS ini, keluhan Mahfud MD soal 'HGU Gila' tersebut bisa diselesaikan. Sebab, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan.
"Ayo jangan diam sebelum masalah selesai," tandasnya.
Menko Polhukam Mahfud MD melalui akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd, mengaku heran dengan data yang diperolehnya bahwa setiap grup perusahaan bisa menguasai tanah hingga ratusan ribu hektare.
"Saya dapat kiriman daftar grup penguasa tanah HGU yang setiap group menguasai sampai ratusan ribu hektar. Ini gila," ujar Mahfud pada 25 Desember 2020.
"Penguasaan itu diperoleh dari pemerintahan dari waktu ke waktu, bukan baru. Ini adalah limbah masa lalu yang rumit penyelesaiannya karena dicover dengan hukum formal. Tapi kita harus bisa," sambung mantan Ketua MK ini.
Mahfud menyatakan, twitnya tersebut bukan untuk curhat. Tapi menginformasikan betapa rumitnya 'limbah masa lalu' terkait penguasaan tanah HGU di Indonesia.
"Justru ini kita sedang ambil langkah. Bukan curhat, tapi menginformasikan betapa rumitnya. Kita terus berusaha untuk menyelesaikannya. Problemnya hak-hak itu dulunya diberikan secara sah oleh pemerintah yang sah sehingga tidak bisa diambil begitu saja. Cara menyelesaikannya juga harus dengan cara yang sah secara hukum," kata dia. (*)