GELORA.CO - Reuni 212 digelar dengan Dialog Nasional dengan berbagai tokoh. Imam besar FPI Habib Rizieq Syihab menjadi pembicara utama.
Dalam kesempatan itu, Habib Rizieq mengupas panjang lebar soal Revolusi Akhlak digaungkan sejak pulang kembali ke Indonesia.
Rizieq menegaskan, Revolusi Akhlak tak perlu diartikan sebagai gerakan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah saat ini. Dia menilai, revolusi akhlak itu merupakan perubahan cepat terkait berbagai sikap yang tidak baik ke yang baik.
"Revolusi akhlak jangan digambarkan revolusi berdarah-darah, makar, pemberontakan, menjatuhkan pemerintahan, khowarij, enggak begitu," ujar Habib Rizieq saat jadi pembicara dalam Dialog Nasional Reuni 212 secara virtual, Rabu (2/12).
"Jangan ada yang berpikir dengan Revolusi Akhlak itu revolusi bersenjata, pemberontakan tidak betul," tambah dia.
Rizieq mengatakan, dia dan para ulama dididik dengan manhaj ahlusunnah wal jamaah. Dalam ajaran itu, tidak diperkenankan melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah.
"Tapi, kita harus bersikap objektif kalau bagus baik kita apresiasi, kita terima jalankan bersama," kata dia.
"Adapun kebijakan tidak populer, membahayakan keselamatan bangsa dan negara, menindas rakyat, wajib kita kritisi. Mengkritik pemerintahan yang sah itu bukan makar bukan pemberontakan," tutur dia.
Rizieq menilai, Indonesia merupakan ladang dakwah untuk mengajak siapa pun menuju kebaikan. Kalau ada kejahatan yang dilakukan oleh siapa pun, mengajak kebaikan menjadi pilihan.
"Kita berbuat baik, kalau ada kemunkaran, baik dilakukan penguasa kita harus amar makruf nahi munkar, tidak boleh pemberontakan," kata dia.
"Kecuali dalam konteks ulama, habaib, umat, dibantai, ada pembunuhan itu bela diri. Dalam hukum agama, internasional dibenarkan semoga itu tidak terjadi," ucap dia. []