GELORA.CO - Permintaan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kepada Menko Polhukam Mahfud MD agar bertanggung jawab pada kisruh protokol kesehatan adalah puncak kekesalan pemerintah daerah pada pusat.
"Saya amati ini puncak kekesalan daerah kepada pusat yang sebelumnya sering inkonsisten terkait pandemi. Di satu sisi intruksikn pemda untuk kerja serius. Di sisi lain bikin pilkada," ujar Direktur Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (16/12).
Pada kasus permintaan Ridwan Kamil, kata Gde, hal itu menjadi bentuk kekecewaan seorang kepala daerah yang harus diperiksa penegak hukum atas kerumunan pasca kepulangan Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab.
Pasalnya, kerumunan Habib Rizieq dimulai saat Mahfud MD memberikan diskresi atau izin khusus yang memperbolehkan jemaahnya menjemput di Bandara Soekarno-Hatta.
"Sekarang pemda disalahkan terkait kerumunan HRS. Diskresi Menko hanya pada kerumunan saat penjemputan HRS saja, menurut saya diskresi yang mengundang bahaya," jelasnya.
Menurutnya, pasca diskresi itu kemudian pemda harus bekerja keras dengan kerumunan yang menjadi kelanjutan dari kerumunan saat penjemputan Habib Rizieq.
"Itu bukan soal yang mudah dan seharusnya Menko sadari itu sebelum melakukan diskresi. Ini semacam fait accompli pusat kepada daerah dalam menafsirkan kerumunan pendukung HRS," pungkasnya. []