GELORA.CO - Komitmen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era Firli Bahuri soal hukuman mati bagi koruptor di era pandemi Covid-19 dipertanyakan.
Pertanyaan itu disampaikan langsung oleh mantan Jurubicara KPK, Febri Diansyah dalam akun Twitter pribadinya, Minggu (6/12). Dalam kicauan itu, Febri mulanya menyindir soal slogan hukuman mati yang kerap disampaikan sebagai tanda serius memberantas korupsi.
"Ada yang pakai slogan hukum mati koruptor saat pandemi. Seolah-olah seperti serius berantas korupsi," kata Febri di akun Twitter @Febridiansyah seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL.
Febri menyebut bahwa di UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terdapat kondisi tertentu yang ancamannya adalah hukuman mati. Yaitu, korupsi yang merugikan negara.
Pada pasal 2 ayat 2 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor berbunyi, “dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan".
Sementara pada UU 20/2001 diperjelas keadaan tertentu yang tercantum pada pasal 2 ayat 2. Yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
"Sedangkan OTT kemarin, suap bansos Covid-19. Jenis korupsi dan pasal yang berbeda," pungkas Febri.
KPK memang belum menjerat pasal hukuman mati kepada para tersangka yang telah melakukan korupsi Bansos di tengah pandemi Covid-19 yang melibatkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara.
Untuk tersangka penerima, Matheus Joko Santoso (MJS) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos) dan Adi Wahyono (AW) disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf i UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Untuk Mensos Juliari P Batubara juga sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan kepada pihak pemberi yakni tersangka Ardian I M (AIM) selaku swasta dan Harry Sidabuke (HS) selalu swasta disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor. []