OLEH: SALAMUDDIN DAENG
DULU pakai baju putih sambil melambaikan tangan, dan mesem sumringah waktu mau dilantik. Tapi akhir tahun ini bisa-bisa bergiliran pakai rompi oranye sambil melambaikan tangan, dan mesem kaku karena diciduk KPK.
Bagaimana tidak dalam era ekonomi Covid-19 begitu mudah semua menteri korupsi. Dengan alasan darurat anggaran APBN dapat dengan mudah digondol dan dibawa pulang ke rumah masing-masing. Dalam keadaan normal tanpa Covid-19 saja anggaran APBN begitu gampang dicolong, apalagi menggunakan alasan darurat.
Setelah dua menteri diciduk KPK, yakni menteri perikanan dan kelautan, dan menteri sosial, bisa jadi menteri menteri lain akan ikut kena ciduk gara gara menggondol dana covid 19.
Bayangkan ya, dana untuk keperluan penanganan covid ini mencapai Rp 700 triliun. Dana ini telah digunakan untuk penanganan kesehatan dan ekonomi. Semua menggunakan strategi darurat, atau strategi suka-suka lah.
Mengapa dikatakan demikian, bayangkan saja apa yang terjadi di sektor kesehatan, mulai dari pengadaan alat kesehatan, obat-obatan, vaksin, semua darurat. Siapa cepat dia dapat. Harga alat kesehatan bisa di markup sesuka hati, data jumlah pasien Covid-19, data jumlah tes swab, PCR, semua bisa dikarang di atas lutut kalau mau. Demikian juga anggaran untuk pengadaan obat dan vaksin, semua bisa digondol karena dana bisa disulap.
Bagaimana dengan penanganan dampak ekonomi covid, ini lebih gawat lagi, suntikan dana gelondongan APBN ke perbankan, suntikan dana gelondongan dalam investasi pemerintah, penyertaan pemerintah ke swasta dan BUMN, semua bisa digondol.
Lebih mengerikan lagi suntikan dana kepada UMKM, dana yang akan disalurkan lewat perbankan bersama gelondongan dana suntikan perbankan ini benar-benar bisa digodol, dan dibawa pulang.
Bagaimana tidak! Jumlah UMKM itu bisa direkayasa, di-markup, UMKM itu bisa dibuat untuk dapat dana, data UMKM bisa dibuat di atas lutut.
Apalagi selama ini jutaan jumlah UMKM, yang selalu diklaim pemerintah, dan selalu dikeroyok oleh hampir semua kementerian, lembaga, dan juga BUMN untuk menyalurkan CSR ternyata tidak jelas datanya.
Bahkan di era digitalisasi sekalipun tak ada satu lembaga dan BUMN pun di Indonesia yang berani mengumumkan UMKM binaan mereka menurut nama dan alamat.
Dana APBN dalam jumlah besar untuk bantuan UMKM dalam rangka Covid-19 dapat dipastikan akan memunculkan banyak UMKM siluman, atau UMKM yang sudah masuk kuburan dikatakan masih hidup, atau UMKM fiksi, ceritanya ada, tapi barangnya tidak ada.
Jika Rp 700 triliun tidak menambah pertumbuhan ekonomi walau “se-tai kuku” bahkan pertumbuhan terus minus, maka kemungkinan dana Rp 700 triliun dalam rangka covid ini telah digondol dan dibawa pulang ke rumah masing-masing.
Ngerinya lagi setiap tindakan menggondol dana covid ini boleh jadi semua sudah direkam oleh KPK, tinggal eksekusi saja. KPK telah mengumumkan bekerjasama dengan FBI dan SFO dua lembaga paling terkemuka di dunia dalam urusan penanganan kejahatan korupsi, dan kejahatan keuangan. Kalau KPK mau bisa jadi akhir tahun ini sinuhun Jokowi bisa-bisa kehilangan semua menteri. Gaswat ya. ***