3 Fakta Tentang Kabar 'Perkawinan' Rp 1.000 T Grab-Gojek

3 Fakta Tentang Kabar 'Perkawinan' Rp 1.000 T Grab-Gojek

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kabar penggabungan usaha atau merger Gojek dan Grab semakin kencang. Dilansir dari Tech in Asia, jika kabar itu benar maka keduanya disebut bisa menghasilkan omzet hingga US$ 16,7 miliar atau setara Rp 242 triliun per tahun, sedangkan valuasinya bisa mencapai US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 pada 2025.
Ditulis Kamis (3/12/2020), berikut 3 perkembangan tentang 'perkawinan' Gojek dan Grab:


1. Perbedaan Pendapat Semakin Kecil

Mengutip Bloomberg, Rabu (2/12/2020), berdasarkan salah satu sumber yang tidak mau disebutkan namanya menyebut detail akhir kesepakatan merger sedang dikerjakan di antara para pemimpin paling senior di setiap perusahaan. Dengan partisipasi Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp., investor utama Grab.

Dikabarkan, salah satu pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas gabungan, sementara eksekutif Gojek akan menjalankan bisnis gabungan baru di Indonesia dengan merek Gojek.



2. Gojek dan Grab Buka Suara
Perwakilan dari Gojek tidak mau banyak komentar soal kabar tersebut. Dia menyebut kabar itu hanya spekulasi pasar.

"Kami tidak dapat menanggapi rumor yang beredar di pasar," kata Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita kepada detikcom.


 
Nila menyampaikan bahwa fundamental bisnis Gojek semakin kuat bahkan di masa pandemi. Beberapa layanan mereka dijelaskannya telah mencatatkan kontribusi margin positif.

"Kami terus memprioritaskan pertumbuhan yang berkelanjutan untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna dan mitra kami diseluruh tempat kami beroperasi," ujarnya.

Pihak Grab melalui Communications Senior Manager Grab Indonesia, Dewi Nuraini juga menyatakan bahwa kabar merger Grab dengan Gojek hanyalah spekulasi pasar.

"Terima kasih atas pertanyaannya namun kami tidak berkomentar mengenai spekulasi yang beredar di pasar," tambahnya.

3. Asosiasi Driver Ojol Tidak Setuju

Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), Taha Syafaril mengaku tidak setuju terkait merger Gojek dan Grab. Dia menilai penggabungan usaha itu dapat melanggar hukum dan bisa menimbulkan monopoli.

"Itu merupakan upaya penguasaan bisnis transportasi online di Indonesia dan secara UU ini pelanggaran hukum, ini monopoli. Kami tidak setuju," kata pria yang akrab disapa Ariel saat dihubungi detikcom.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda), Igun Wicaksono. Jika kedua perusahaan startup terbesar di Asia Tenggara itu digabung, khawatir ada permainan pasar yang bisa mempengaruhi tarif karena keduanya sangat dominan.

"Kalau dari kami kurang setuju ada merger karena dikhawatirkan akan menimbulkan persaingan tidak sehat, artinya mereka bisa melakukan monopoli pasar. Dengan adanya merger pastinya mereka akan menjadi sangat dominan nanti di pasar, sehingga bisa menimbulkan pengaruh, baik itu dari sisi tarif," kata Igun.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita