GELORA.CO - Take down sebuah akun di sosial media karena dianggap membagikan kontenyang dianggap sensitif kerap terjadi. Begitu juga larangan unggahan tertentu. Penghilangan akun maupun konten itu sendiri merupakan kewenangan otoritas platform.
Heru Sutadi, Executive Director Indonesia ICT Institute, mengutarakan, jika terkait yang dilarang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), merupakan kewenangan Kementerian Kominikasi dan Informasi (Kominfo).
Sedangkan jika menjadi bagian dari kebijakan di media sosial tersebut, media sosial itu sendiri yang dapat melakukan take down.
"Misal menulis hoax tentang COVID-19, obat penyembuh atau kebal COVID-19, itu bisa di-take down oleh media sosial tanpa persetujuan kita," papar Heru saat dihubungi SINDOnews, Selasa malam (17/11/2020).
Sementara itu, akun dan konten yang bisa di-take down berdasarkan UU ITE adalah penyebar pornografi, perjudian, maupun penyebaran ujaran kebencian berdasar SARA.
Pihak media sosial bisa melakukan take down berdasarkan kebijakan di media sosial masing-masing. Dan bisa juga atas laporan dari banyak orang yang memberikan flag atau tanda.
"Tapi untuk Indonesia ada pula tim lokal yang dilibatkan untuk menilai apakah status, cuitan atau sharing netizen dinilai sensitif," tambah Heru.
Tim Cek Fakta tersebut terdiri dari banyak organisasi lokal dan bebas kepentingan politik serta imparsial, yang langsung di bawah naungan masing-masing media sosial atau trusted flagger.
Hanya saja tim ini menurut Heru tidak efektif. Misalnya saat Pilpres 2019, lembaga-lembaga mitra platform media sosial asing itu dinilai tidak adil dan berat sebelah. Tak heran, fakta yang dicek dari salah satu kubu sering semua dianggap hoax.
Berkaca dari fenomena take down di sosial media ini, sekarang sedang ramai dibicarakan warganet bahwa akun yang posting nama atau foto Rizieq Shihab akan terkena take down.
Menurut Heru, keputusan ini mungkin saja muncul karena ada yang melapor ke platform sosial media bersangkutan untuk dilakukan pemblokiran. Apapun isu yang menyangkut pendiri Front Pembela Islam (FPI) tersebut.
Keputusan take down yang melibatkan Tim Cek Fakta, hingga saat ini tidak dijelaskan alasannya oleh pihak media sosial kepada pengguna dan publik. Sehingga seolah percaya begitu saja apa yang disampaikan Tim Cek Fakta yang dipilih menjadi mitranya.
"Memang ini aneh. Itu sudah lama terjadinya. Dan diyakini juga atas masukan Tim Cek Fakta (tim lokal) yang memang anti yang bersangkutan (Habib Rizieq Shihab)," tandas Heru. (*)