GELORA.CO - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi kuartal III-2020 mengalami kontraksi 3,49%. Artinya, Indonesia resmi tenggelam di jurang resesi, setelah kuartal II-2020 juga kontraksi hingga 5,32%.
Keterpurukan ekonomi ini memang sudah terasa pada dunia usaha, salah satunya industri alas kaki atau persepatuan. Tak hanya saat resesi, jauh sebelum Indonesia resmi resesi pun dampak keterpurukan ekonomi dari pandemi virus Corona (COVID-19) sudah menyerang industri persepatuan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan dampak pandemi COVID-19 sampai Indonesia resesi salah satunya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di pabrik-pabrik sepatu Tanah Air. Misalnya yang baru saja terjadi, PHK terhadap 1.800 karyawan pabrik sepatu di Cikupa, Tangerang.
"Kalau resesi ini dampaknya ke industri sepatu yang bergerak di pasar domestik. Sementara industri alas kaki ada yang pasar ekspor, itu juga mengalami krisis. Walaupun data ekspor meningkat, tapi masih di bawah target kita. Jadi order itu masih belum normal kembali, demand kan mau tidak mau mengalami penurunan, di tingkat global juga. Ya dampaknya salah satunya terjadi PHK pabrik di Tangerang," terang Firman kepada detikcom, Kamis (5/11/2020).
Namun, setiap tahunnya industri sepatu punya momentum pertumbuhan, terutama di perayaan Idul Fitri. Sayangnya, pada saat itu justru industri sepatu kehilangan pasarnya karena saking anjloknya pesanan.
"Bukan hanya drop, hampir hilang pasar Lebaran. Memang ada sedikit pesanan di daerah-daerah yang belum PSBB dan juga pasar online. Tapi itu tidak menolong sama sekali karena produk-produk di pabrik dan retailer itu tidak terserap, bahkan gudang-gudang sampai penuh di Lebaran kemarin," papar Firman.
Memasuki bulan September, ia mengakui ada sedikit pemulihan jumlah pesanan terhadap industri sepatu. Namun, pemulihannya masih merangkak.
"Ketika PSBB dilonggarkan, pasar dalam negeri sudah mulai bergerak, lalu ekspor kita juga sebenarnya September sudah masuk order, tapi jumlahnya masih belum mencukupi, masih kecil dibandingkan kondisi normal. Saya rasa itu kondisinya," tegas Firman.
"Jadi kan kalau data BPS selalu data ke belakang, kita harap ke depannya ini penanganan ekonomi dari pemerintah, lalu pasti kita mau tidak mau bicara pandemi COVID-19, kemudian kedua kebijakan pemerintah terkait ekonomi itu menjadi dua kunci utama dari bagaimana kita akan recovery ke depannya," papar dia.
Berdasarkan catatan detikcom, PHK di industri alas kaki sudah terjadi berulang kali. Pertama, pada 4 Mei 2020 lalu, sebuah pabrik sol sepatu di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah melakukan PHK atas 17 orang karyawan.
Kedua, pada 5 Mei 2020 lalu di mana produsen sepatu Adidas, PT Shyang Yao Fung (SYF) di Kota Tangerang melakukan PHK atas 2.500 karyawan.
Lalu, pada 23 Mei 2020, produsen sepatu Nike yakni PT Victory Chingluh Indonesia yang berlokasi di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang melakukan PHK atas 4.985 karyawannya.
Per Agustus 2020, Aprisindo juga mencatat sekitar 18% pabrik sepatu menghentikan atau setop produksi lantaran terdampak Corona. Sebanyak 18% ini sekitar 20 pabrik dari total 120 produsen yang tercatat menjadi anggota Aprisindo.(dtk)