GELORA.CO - Massa dari dua paslon di Pilbup Barru, Sulawesi Selatan (Sulsel), berdemonstrasi di kantor KPU Barru. Mereka adalah massa dari paslon nomor urut 1 Mudassir Hasri Gani-Aksah Kasim dan paslon nomor urut 3 Malkan Amin-Andi Salahuddin Rum.
Dalam aksinya, mereka menyoroti hasil rapat pleno dugaan pelanggaran yang dilakukan calon Wakil Bupati Barru nomor urut 2, Aska Mappe. Dugaan pelanggaran yang diplenokan adalah proses pengunduran dirinya sebagai anggota Polri.
"Kenapa KPU meninggalkan tempat, ada masalah seperti ini dan melakukan rapat secara daring tanpa mengundang paslon. Kami menilai ada konspirasi yang direncanakan KPU sehingga mengindahkan regulasi yang mengatur tentang pemberhentian anggota Polri," beber calon Wakil Bupati Barru nomor urut 1, Aksah Kasim, saat berorasi di depan kantor KPU Barru, Selasa (10/11/2020).
Mereka menuntut agar Aska Mappe didiskualifikasi dari Pilbup Barru. Aksah membeberkan beberapa kejanggalan terkait dengan surat permohonan pensiun yang diajukan oleh Aska Mappe.
Pada 22 September 2020, kata Askah, Kapolda Sulsel mengeluarkan surat pemberhentian dan pada 28 September 2020 Kapolri baru menandatangani surat persetujuan.
"Keputusan Kapolda tentang pemberian pensiun kepada Aska Mappe sejak 2019 dengan Nomor SK. Kep/926/IX/2019 sehingga 1 tahun menerima pensiun, baru berhenti menjadi polisi aktif," ujar Askah.
"Oleh karena itu, melalui tempat ini, saya ingin sampaikan kepada Kapolri dan Kapolda Sulsel, melalui Kapolres Barru bahwa kakak saya Aska Mappe melakukan pembodohan terhadap publik, memberikan keterangan palsu kepada mantan institusinya, dan melakukan pemalsuan dokumen," imbuh dia.
Atas temuan tersebut, Aksah memandang Aska Mappe tidak layak dan tidak memenuhi syarat untuk menjadi calon Wakil Bupati, sehingga persyaratan pencalonannya harus TMS.
"Agar Kapolri dan Kapolda tahu bahwa, kakak saya Aska Mappe wajib diadili dan dihukum karena memenuhi unsur melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu dan melakukan pemalsuan dokumen," tutur Askah.
Aksah juga menjelaskan keputusan KPU soal dokumen Aska Mappe memenuhi syarat, yang dibuat melalui daring adalah tidak sah, karena keputusan resmi harus dibuat dalam bentuk tertulis dan ditandatangani.
"Sebelum tanggal 5 November 2020, KPU mengumumkan SK pemberhentian yang ditandatangani oleh Kapolda Sulsel diumumkan di laman KPU. Kemudian setelah itu ditarik dan ganti dengan SK persetujuan Kapolri, yang bukan merupakan syarat calon," ungkap Askah.
"Hal ini harus dijelaskan alasan pergantiannya, bahkan tadi waktu saya diterima oleh Pak Nasir, salah satu komisioner KPU Barru, dia tidak bisa menjawab apakah surat pengunduran diri Aska Mappe itu karena alasan ingin jadi pengusaha tambak atau ikut pilkada dan apakah SK yang diterima itu dari Kapolda atau Kapolri," tandas dia.
detikcom sudah mencoba mengonfirmasi hal ini kepada Ketua KPU Barru Syafruddin Ukkas. Namun Syafruddin belum merespons panggilan telepon maupun pesan singkat.(dtk)