GELORA.CO - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan bursa calon Kapolri saat ini makin riuh karena ada pergerakan petinggi Polri demi menarik perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Neta, para perwira tinggi (pati) Polri yang diunggulkan sebagai calon pengganti Jenderal (Pol) Idham Azis di kursi pimpinan Korps Bhayangkara melakukan manuver dan berbagai gerilya dengan cara masing-masing.
"Mulai lobi-lobi tingkat tinggi, membuat berbagai kegiatan menyangkut kinerja unit kerjanya, hingga event-event yang membuat si calon mendapat penghargaan," kata Neta, Senin (30/11).
Neta menegaskan bahwa semua manuver itu berujung pencitraan supaya si calon bisa dilirik Presiden Jokowi sebagai pemilik hak prerogatif dalam memilih calon Kapolri.
Namun, kata Neta, kalangan internal Polri yang paham dengan manuver dan aksi gerilya tersebut justru merasa geli. Sebab, gerilya mereka tak lebih seperti orang cari muka.
"Gerilya itu makin ketat. Pekan ini akan ada pergantin kepala BNN (Badan Narkotika Nasional, red) sehingga akan ada bintang dua masuk menjadi bintang tiga. Artinya persaingan dalam bursa Kapolri makin ketat," ulasnya.
Lebih lanjut Neta menilai persoalan Polri ke depan makin rumit. Oleh karena itu, IPW menghaarapkan Jokowi memilih figur calon Kapolri yang mumpuni, punya pengalaman dan jam terbang tinggi.
Dalam analisis Neta, sebaiknya calon Kapolri pernah menjadi kapolda di wilayah Pulau Jawa. "Sehingga instingnya dalam menjaga keamanan nasional sudah terlatih," katanya.
Menurut Neta, persoalan berat yang dihadapi Kapolri ke depan justru di bukan dari eksternal, melainkan masalah internal Polri.
Mantan wartawan itu lantas mencontohkan persoalan jumlah jenderal, kombes dan AKBP yang terlalu banyak di Polri sehingga menimbulkan masalah pelik. Sementara Polri punya program kerja Promoter yang berarti profesional, modern dan tepercaya.
"Persoalan mentalitas yang yang berbuntut tidak Promoter-nya anggota Polri dalam penegakan hukum juga masalah berat yang tak mudah diatasi," ungkap Neta.[]