GELORA.CO - Program biodiesel milik Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut tidak memiliki roadmap yang jelas. Ekonom Senior Faisal Basri mengungkapkan program tersebut tak banyak memiliki keuntungan atau faedah.
Faisal menyebutkan, pemerintah tidak memperhatikan tren konsumsi minyak nabati untuk biofuel yang turun secara global. Dia mengatakan, jika konsumsi global turun, maka pasar dalam negeri lah yang harus menyerap produksi tersebut.
Disebutkan Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi pemasok biodiesel terbesar. Hal ini diprediksi akan menyebabkan banyak pabrik yang tak beroperasi nantinya. Karena itu pemerintah perlu menyiapkan dana talangan agar produsen dalam negeri bisa bertahan.
"Saya katakan kalau tidak ada roadmap, porsi dari sawit yang harus dipasarkan di dalam negeri makin besar dan oleh karena itu subsidi makin besar," katanya seperti dikutip dari CNNIndonesia, Kamis (19/11/2020).
Menurutnya biodiesel ini jika dikembangkan secara tepat bisa menekan defisit transaksi berjalan. Berdasarkan perhitungan opportunity cost, menurut dia telah terjadi defisit perdagangan yang kian melebar setiap tahunnya.
Menurut dia, defisit untuk 2019 sebesar Rp85,2 triliun atau sekitar US$6,1 miliar, lebih besar dari 2018, yakni Rp72,1 triliun atau US$5 miliar. Opportunity cost yang dimaksudnya adalah pendapatan ekspor yang dikorbankan pemerintah dari konsumsi biofuel dan pemakaian biodiesel untuk kebutuhan domestik.
"Tidak ada yang namanya penghematan devisa di sana, justru penggerogotan devisa karena penghematan yang kita dapatkan dari tidak mengimpor solar jauh lebih kecil, karena tidak mengimpor solar kan hanya 30% kalau B30. Lalu, kehilangan kesempatan ekspor CPO," jelasnya.
Belum lagi, soal efektivitas kebijakan biodiesel yang sepenuhnya dipengaruhi oleh harga CPO dan minyak mentah dunia yang di luar kendali pemerintah. Karenanya dia heran pemerintah ngotot mendorong program B30 yang dia nilai tak menguntungkan pemerintah ataupun petani CPO. Dia curiga kebijakan dibuat untuk memastikan keberlangsungan industri terkait yang pemainnya terbatas.
"Kebijakan ini jauh api dan panggang, bahkan semakin membuat perekonomian Indonesia dirugikan besar, yang diuntungkan hanya segelintir orang pemilik pabrik biodiesel," tutupnya.
Pada sidang tahunan MPR, Agustus lalu, Jokowi menyebut program biodiesel membuat pemerintah mampu menekan nilai impor minyak pada 2019 lalu.
PT Pertamina (Persero) pun membenarkan bahwa implementasi B20 dan B30 telah menghemat devisa negara sebesar Rp43,8 triliun pada 2019. Tahun ini, ditargetkan menghemat devisa hingga Rp63,4 triliun dari program B30.
Kondisi itu terkonfirmasi oleh data impor hasil minyak Badan Pusat Statistik (BPS). Tercatat, impor hasil minyak secara tahunan turun 11,73% menjadi 10,33 juta ton. Adapun nilai impor hasil minyak sepanjang semester I 2020 merosot 39,3% menjadi US$1,98 miliar.(dtk)