GELORA.CO - Semboyan TNI adalah Rakyat yang diproklamirkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) ternyata bukan penghias spanduk semata. Banyak sudah bukti nyata tentang kecintaan dan kesetiaan prajurit TNI kepada rakyat.
Salah satunya seperti kisah hidup seorang mantan Panglima TNI, yang rela melepaskan jabatan tingginya di salah satu BUMN terkaya di Tanah Air, hanya karena tak terima rakyat menderita sementara dia mendapatkan gaji yang sangat besar.
Mau tahu siapakah beliau? simak penelusuran VIVA Militer, di edisi Jumat 6 November 2020 berikut ini.
Beliau adalah Jenderal Endriartono Sutarto. Prajurit Angkatan Darat kelahiran Purworejo, Jawa Tengah yang menjabat Panglima TNI ke-14 masa tugas 7 Juni 2002 hingga 13 Februari 2006.
Endriartono merupakan jenderal yang menjabat Panglima TNI di masa pemerintah dua presiden berbeda, dia diangkat menjadi Panglima TNI oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan mengakhirinya di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selepas menjabat Panglima TNI, di masa pensiunnya ternyataa beliau dipercaya untuk mengisi jabatan sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.
Beliau dilantik pada 8 Desember 2006 menggantikan Martiono Hadianto. Jenderal TNI lulusan Akademi Militer 1971 ini diangkat tak cuma menjadi Komisaris Utama tapi juga Komisaris Independen PT Pertamina (Persero). Pengangkatannya tertuang dalam SK Menneg BUMN No KEP-122/MBU/2006 tanggal 7 Desember 2006.
Namun, belum genap dua tahun menjabat, tiba-tiba saja pada September 2008 Jenderal Endriartono menyatakan mundur dari jabatan empuknya di Pertamina.
Saat itu publik pun terkejut, sebab pengunduran diri Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-22 hanya sebulan setelah Pertamina mengerek harga ukuran 12 kilogram dan 50 kilogram sebesar 9,5 persen. Padahal belum lama Pertamina sudah menaikkan harga elpiji.
Ketika itu Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil hanya mengatakan bahwa sang jenderal mengundurkan diri karena kecewa pada manjemen.
"Dia (Endriartono) merasa tidak cocok dan kecewa dengan manajemen, karena saat rapat penentuan Pertamina menaikkan harga elpiji, dia tidak diajak," kata Sofyan kala itu.
Ternyata, alasan mundurnya Jenderal TNI Endriartono tak sesimpel itu. Dalam beberapa keterangan yang disampaikannya ke media massa, Jenderal Endriartono mengungkapkan banyak hal lain.
Salah satunya ialah, dia tak mau menerima gaji besar yang diberikan Pertamina kepadanya, sementara gaji besar itu didapatkan dari meraup keuntungan dengan menggencet hidup rakyat kecil melalui cara menaikkan harga elpiji.
Bahkan, dikabarkan Jenderal Endriartono sempat marah besar kepada direksi Pertamina dalam rapat terakhirnya di kantor Pusat Pertamina, karena direksi menyebut bahwa alasan menaikkan harga elpiji adalah karena perusahaan pelat merah itu mengalami kerugian.
Padahal, sepengetahuan Jenderal Endriartono kerugian di sektor elpiji tak berdampak serius pada Pertamina. Karena keuntungan yang diraup Pertamina masih bisa menutupi kerugian itu.
Jenderal Endiartono semakin kecewa karena ternyata direksi Pertamina terus memburu keuntungan besar agar gaji dan penghasilan mereka juga melonjak.
Perlu diketahui, Jenderal Endriartono memulai karier militer di satuan infanteri Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Jabatan pertamanya ialah Komandan Peleton Bantuan A/ Batalyon Infanteri 305 Tengkorak Kostrad. Dia juga pernah menjabat Kepala Staf Divisi Infanteri 1/Kostrad dan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden.[viva]