GELORA.CO - Di sela penghitungan pemungutan hasil suara pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) Donald Trump memerintahkan angkatan udara (AU) AS atau USAF untuk melakukan operasi militer dadakan di dekat Korea Utara (Korut).
Angkatan udara AS kemudian kemudian menerbangkan pembom strategis nuklirnya, B-1B Lancer ke laut Asia Timur dan laut Kuning yang dekat dengan Korut, sesuai dengan instruksi dari Donald Trump.
Tujuan Trump memerintahkan angkatan udaranya untuk melakukan operasi militer agar Korut tidak melakukan tindakan provokasi saat Pilpres AS berlangsung.
Dikutip dari Financial Times, Kamis 5 November 2020, B-1B Lancer akan bermarkas sementara di pangkalan AS Misawa, Jepang, untuk selanjutnya rutin melakukan misi penerbangan militer ke Korut.
Misi ini dilakukan karena dalam pengalaman pilpres AS sebelumnya media Korut sering melakukan penghinaan kepada capres-cawapres AS.
Contoh saja saat pemilu periode sebelumnya dimana media massa Korut DPRK Today menyebut calon dari Partai Demokrat Hillary Clinton sebagai orang yang "membosankan dan lemah."
Sebagaimana diberitakan dalam artikel, "Tak Peduli Hasil Pilpres AS, Donald Trump Perintahkan Pembom Nuklir B-1B Lancer Dekati Korea Utara", lebih jauh ternyata Korut sudah melakukan provokasi kepada pilpres AS selama 32 babakan pemilu Paman Sam sejak tahun 1956.
"Ini adalah taktik lama Korea Utara untuk mencoba bernegosiasi dengan AS dari posisi yang kuat. Dengan melakukan provokasi, mereka menempatkan diri pada posisi sebagai pemain yang memegang kartu AS," ujar Victor Cha, mantan Dewan Keamanan Nasional AS.
Namun Cha yakin jika Korut sebenarnya hanya ingin Trump yang memenangkan pilpres AS.
"Saya yakin Korut menyukai Trump. Trump bertemu dengan pemimpin mereka tiga kali dan mengatakan hal-hal baik tentang pemimpin mereka. Dan mereka mungkin melihat Biden sebagai kelanjutan dari Presiden Barack Obama dan mereka tidak menyukai AS yang seperti itu," kata Cha.***