GELORA.CO - Aksi mahasiswa yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) di depan Gedung DPRD Provinsi Kaltim, Jalan Teuku Umar, Kota Samarinda dengan tuntutan menolak pengesahan Undangu-ndang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja pada Kamis (5/11/2020) berakhir ricuh.
Dalam aksi yang diikuti ratusan massa aksi tersebut, polisi menangkap 10 mahasiswa. Mereka yang ditangkap pun mendapat perlakuan represif.
Kericuhan terjadi sekira pukul 17.28 WITA saat ratusan massa aksi dari mahasiswa, buruh dan aktivitas terus merangsek hendak memasuki gedung DPRD Kaltim di Jalan Teuku Umar, Kecamatan Sungai Kunjang.
Tak berselang lama, petugas kepolisian dari balik pagar besi setinggi lima meter, langsung menembakan air dari mobil water canon. Saat itu juga polisi berpakaian sipil langsung menciduk satu persatu mahasiswa yang mulai terurai.
Dari pantauan Suara.com, enam massa aksi langsung ditangkap dan mendapatkan pukulan hingga tendangan dari polisi. Keenam peserta demontrasi ini dianggap sebagai provokator didalam aksi yang seharusnya berjalan damai.
Massa sempat terkejut, mengetahui teman-teman mereka sudah ditangkap dan mendapatkan tindakan represif dari petugas yang sedang menyamar.
Massa aksi sempat mengira sekumpulan pria dengan menggunakan atribut seperti id card dan rompi pers, seperti wartawan yang sedang bertugas melakukan peliputan.
Namun sejumlah orang tersebut menyamar sebagai wartawan. Mengetahui rekan-rekan mereka dipukul dan ditendang, massa sempat kembali mendekat. Namun langsung dicegah polisi dengan tembakan gas air mata.
"Lepaskan teman kami," seru beberapa peserta aksi.
Tak terima melihat rekannya ditangkap, para demonstran mulai menghujani petugas dengan lemparan batu. Kondisi yang kian memanas ini akhirnya membuat petugas kepolisian mengerahkan water canon.
Mobil water canon bersama puluhan polisi mengenakan alat pelindung diri lengkap mulai memukul mundur barisan massa.
"Rapatkan barisan, satu komando. Ikuti perintah saya," seru seorang polisi yang memimpin pasukannya. "Maju," tambahnya dengan nada yang meninggi.
Polisi pun memaksa massa aksi mundur. Namun dari kejauhan sebagian massa terus melemparkan batu ke arah petugas. Gas air mata pun ditembakan secara bertubi-tubi. Para demonstran semakin tunggang langgang menuju Simpang Tiga Tengkawang.
Tak berhenti sampai di situ, massa yang masih terus berkumpul dipaksa petugas untuk cepat membubarkan diri. Tembakan gas air mata dan tembakan air dari mobil water canon pun membanjiri Jalan Tengkawang.
Tak hanya polisi yang menggunakan alat pelindung diri lengkap, namun belasan motor trail petugas Batalyon B Pelopor Brimob Polda Kaltim juga terus memaksa massa aksi untuk mundur. Sekira satu kilometer dari arah simpang tiga Tengkawang ke simpang tiga Jalan Ulin.
Sekira pukul 17.56 WITA terlihat suasana mulai dapat dikuasai petugas kepolisian. Massa aksi pun tak lagi terlihat dan diduga menarik diri ke titik kumpul mereka di halaman Masjid Islamic Center.
Perlahan arus lalu lintas pun mulai lancar kembali ruas jalan Teuku Umar, MT Haryono dan Tengkawang pun kembali dipadati kendaraan.
Dari aksi kali ini, petugas menangkap 10 demonstran, enam di antaranya diduga kelompok anarko. Sementara empat sisanya diketahui masih berstatus pelajar dikenakan sanksi pembinaan dan langsung dibebaskan pada malam ini.
"Kami amankan enam orang. Satu di antaranya membasa sajam (senjata tajam)," ucap Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman melalui Kasubbag Humas, AKP Anisa Prastiwi pukul 18.50 WITA.
Anisa mengemukakan, tindakan tegas yang diambil kepolisian ini dikarenakan massa aksi yang semakin beringas. Tak hanya melempar batu, lanjut Anisa demonstran juga melakukan pengrusakan fasilitas publik seperti pagar kantor DPRD Kaltim.
"Kemudian melempar bom molotov juga dan kami melakukan pukul mundur," tambahnya.
Selain itu, enam demonstran yang diamankan petugas kali ini telah digelandang menuju Mapolresta Samarinda untum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh Satreskrim.
"Masih kami dalami peran keenam demonstran yang sudah diamankan. Karena masih perlu pendalaman terkait bukti-buktinya," pungkasnya.
Sebelumnya, massa yang menggelar aksi meminta beberapa tuntutan, yakni mendesak pemerintah agar mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja, dan mengecam segala bentuk represivitas serta tindakan intimidasi yang dilakukan aparat terhadap gerakan rakyat.
"Kami juga menargetkan untuk masuk ke Gedung DPRD Kaltim, dan akan melakukan sidang rakyat," kata Humas Aksi Mahakam Richardo.
Selain itu, pihaknya akan membacakan poin-poin yang bermasalah di dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja. Aturan tersebut dianggap tidak berpihak kepada rakyat dan justru mengebiri hak warga negara.
"Pasal yang bermasalah itu berada di 13 klaster UU Omnibus Law Cipta Kerja. Banyak juga bunyi pasal yang terdengar ambigu, sehingga berpotensi menjadi pasal karet," bebernya.
Dalam aksi sebelumnya, diketahui bahwa Gubernur Kaltim, Isran Noor, telah bersurat kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, terkait gelombang penolakan yang dilakukan oleh Aliansi Mahakam dengan menyertakan draft pasal yang bermasalah di dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Menanggapi hal tersebut, Richardo dengan tegas mengatakan, secara sikap Pemprov Kaltim terbilang abu - abu merespon permasalahan ini. Menurutnya, sikap Pemprov Kaltim tersebut hanya omong kosong dan juga memberikan harapan palsu bagi pihaknya.
"Kami merasa Pemprov Kaltim masih bersikap netral, serta tidak berpihak kepada gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat," tegasnya.
Oleh karena itu, Richardo berharap agar Pemprov serta DPRD Kaltim bisa berpihak kepada gerakan rakyat untuk menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diteken oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. (*)