GELORA.CO - Seorang saksi, Agung Dewanto, mengaku sempat diminta uang Rp 500 juta oleh menantu mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman, Rezky Herbiyono, untuk menyelesaikan kasus penipuan yang menimpanya.
Agung menyatakan Rezky meminta uang muka sebesar Rp 250 juta lebih dahulu yang disebutnya untuk diberikan kepada polisi.
Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Dalam sidang itu Nurhadi dan Rezky menjadi terdakwa.
"Dia (Rezky) bilang, 'Kita siap bantu tapi perlu dana untuk polisi, enggak bisa utang. Harus tunai Rp 250 juta dulu'," kata Agung saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Agung mengaku berprofesi sebagai pengusaha. Ia menjadi korban penipuan Rp 18 miliar oleh pihak bernama Andreas.
Selain itu ia juga mengaku ditipu oleh seseorang bernama Daniel.
Terkait kasusnya itu Agung kemudian bergabung dalam sebuah grup yang berisi para korban penipuan Andreas.
Di sana ada Devi yang dalam sidang diketahui merupakan notaris Agung.
Devi, lanjut Agung, menyarankannya agar berkenalan dengan Nurhadi untuk bisa dibantu menyelesaikan kasus penipuan tersebut.
Devi, terang dia, menyebut Nurhadi sebagai orang top yang bisa menyelesaikan perkara.
"Saya masuk di grup korban tipu-tipu ada namanya Bu Devi bilang, 'Pak, mau enggak saya tolong, ini Bapak dibantu nanti sama orang 'top'. Saya tanya 'siapa Bu?', kata dia 'wis (sudah) pokoknya ada'. Saya tanya lagi siapa dulu, Bu? Kata dia, 'Ya, sama Pak Nurhadi', ya sudah," tutur Agung.
Agung awalnya tidak mengenal Nurhadi sebelum akhirnya membaca pemberitaan media massa yang menyebut bahwa Nurhadi merupakan Sekretaris Mahkamah Agung (MA).
Devi kemudian mengatur pertemuannya dengan Nurhadi pada 25 Mei 2017 di Hotel Shangri-La Surabaya.
Hanya saja, dalam pertemuan tersebut justru yang menemuinya adalah Rezky Herbiyono.
"Ketemu di Shangri-La diajak naik ke kamar hotel lalu ketemu 'loh, kok masih muda ini'. Habis ketemu, dia ngomong masalahnya apa dia ceritakan, 'Saya minta data yang lengkap nanti saya bicara sama partner saya'," tutur Agung menirukan ucapan Rezky saat itu.
Jaksa lantas mengonfirmasi Agung untuk menunjuk orang yang ditemuinya itu, dalam layar di mana terpampang wajah Nurhadi dan Rezky.
Agung lantas menunjuk Rezky.
Sidang ini dilakukan secara online dalam rangka mencegah penularan Covid-19.
Nurhadi dan Rezky berada di KPK, sementara jaksa, majelis hakim dan sebagian tim penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Sebelum ke sana masuk ke kamar hotel kan saksi bilang wajah muda. Apakah ada salah satu terdakwa yang saksi kenal?" tanya jaksa.
"Iya (terdakwa) yang pojok kanan. (Terdakwa dua) iya," jawab Agung.
Dalam pertemuan itu Devi juga meyakinkan Agung bahwa Rezky bisa membantunya menyelesaikan kasus.
Kemudian, Agung bertanya-tanya apakah bantuan tersebut perlu mengeluarkan biaya atau tidak.
Menurut Agung, Devi menerangkan tidak ada biaya tetapi bagi hasil dari uang yang bisa dikembalikan dari kasus penipuan tersebut. Agung pun menyetujuinya.
Menindaklanjuti ini, Agung kemudian menghubungi rekannya bernama Albert Jaya Saputra yang juga korban penipuan Andreas.
Albert dalam sidang ini juga dihadirkan sebagai saksi.
Agung dan Albert kemudian bertandang ke kantor Rezky yang berada di Jalan Bawean, Surabaya.
Di sana Albert turut menyerahkan data kasus penipuan yang dialaminya.
Setelah pertemuan itu, kata Agung, Rezky menghubunginya terkait permintaan uang Rp 500 juta, dengan uang muka Rp 250 juta.
"Setelah itu ada chat (Rezky) itu bilang Rp 500 juta, Rp 250 juta di depan, Rp 250 juta lainnya kalau nanti sudah agak selesai (perkara)," ungkap Agung.
Mengetahui itu, Agung melayangkan komplain kepada Devi lantaran berbeda dari percakapan di awal.
"Bu, apa-apaan ini kok minta uang di depan. Saya enggak mau diminta uang di depan, saya enggak punya uang lagi. Saya ini korban, bukan malah diajak jadi korban lagi," tandasnya.
Agung maupun Albert dalam sidang ini menegaskan pada akhirnya tidak mengeluarkan uang sepeser pun terkait permintaan tersebut.
Dalam kasus ini Nurhadi dan Rezky didakwa telah menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Terkait suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp 45.726.955.000,00 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Sedangkan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 37.287.000.000,00 dari berbagai pihak.
Di surat dakwaan, jaksa mengungkapkan uang suap yang diterima Nurhadi dan Rezky Herbiyono itu dibelikan lahan sawit, kendaraan, dan tas bermerek hingga melakukan renovasi rumah di kawasan Senayan, Jakarta Selatan.[tn]