GELORA.CO - Ratusan pengunjuk rasa memenuhi Lapangan Yerevan’s Freedom Square, ibu kota Yerevan, pada Rabu (11/11). Mereka berduyun-duyun membentuk kerumunan, mengabaikan protokol kesehatan, untuk menyuarakan pengunduran diri Perdana Menteri Nikol Pashinyan yang dianggap gagal menghentikan agresi Azerbaijan.
Di antara pengunjuk rasa anti-pemerintah itu nampak anggota parlemen dan politisi oposisi dari partai politik parlementer dan non-parlementer. Mereka mengatakan pengunduran diri Pashinyan adalah satu-satunya solusi untuk situasi saat ini.
"Nikol adalah pengkhianat!" para endemo meneriakkan kalimat itu berulang-ulang. Mereka merasa dikhianati setelah Pashinyan menandatangani kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran di Karabakh dan menyerahkan sebagian wilayah yang disengketakan ke Azerbaijan.
Perwakilan Badan Tertinggi ARF Ishkhan Saghatelyan, anggota parlemen Partai Sejahtera Armenia Arman Abovyan, Naira Zohrabyan, Iveta Tonoyan, Shake Isayan, pemimpin Partai Tanah Air dan mantan Direktur NSS Artur Vanetsyan, anggota Partai Republik Karine Ajemyan dan banyak lainnya menyampaikan pidato di tengah-tengah demonstrasi.
Para demonstran menuntut anggota parlemen untuk mengadakan sesi darurat.
"Kami menuntut parlemen untuk mengadakan sesi darurat dalam beberapa jam ke depan dan segera menyelesaikan pemecatan perdana menteri," kata Saghatelyan, seperti dikutip dari Armenpress, Rabu (11/11).
Unjuk rasa tersebut diorganisir oleh 17 partai politik. Aparat terpaksa membubarkan kerumunan walau menerima penolakan. Sebanyak 129 orang demonstran akhirnya ditahan polisi karena melanggar aturan Covid-19 bedasarkan darurat militer. Anggota Partai Republik, mantan Wakil Ketua Parlemen Eduard Sharmazanov termasuk di antara mereka yang ditangkap.(RMOL)