GELORA.CO - Fraksi Demokrat walk out dari rapat paripurna pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Anggota F-Demokrat Benny K Harman menilai akan ada PHK besar-besaran akibat disahkannya UU Cipta Kerja.
"Jadi teman-teman kami Fraksi Demokrat menyatakan sikap dari rapat paripurna untuk pengambilan keputusan tingkat dua. Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Alasan kami tentu ada alasan teknis dan alasan substantif," kata Benny di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Pertama, Benny menyoroti mekanisme terkait pengambilan keputusan. Menurutnya, secara teknis proses pengambilan keputusan masih belum sesuai dengan mekanisme tata tertib (tatib) DPR RI.
"Keputusan diambil secara musyawarah dan mufakat apabila semua anggota, fraksi yang ada di dalam rapat paripurna itu menyetujui. Padahal tadi kan ada dua fraksi yang tidak memberikan persetujuan. Sesuai dengan mekanisme yang di tatib. Harus ada lobi dulu. Lobi supaya ada kesamaan pandangan. Kalau lobi tidak dicapai hasilnya, dilanjutkan dengan voting. Ini juga tidak dikasih. Jadi pimpinan sewenang-wenang," jelas Benny.
Alasan lain, Benny menilai RUU Ciptaker tidak memiliki urgensi. Terlebih, di tengah situasi pandemi COVID-19 yang masih mewabah.
"Sejak awal kami menolak RUU ini. RUU ini tidak punya urgensi apapun. Di tengah-tengah rakyat Indonesia lagi menderita. Lagi mengalami kesusahan mengalami COVID. Kok tega-teganya pemerintah dan pendukung-pendukungnya membuat RUU yang tidak relevan dengan apa yang menjadi kebutuhan dan kesulitan masyarakat," ujarnya.
Politikus Partai Demokrat ini pun menilai, selama pembahasan RUU Ciptaker, tidak ada diskusi yang mendalam. Oleh sebab itu, ia menolak pengesahan Omnibus Law Ciptaker disahkan menjadi undang-undang.
"Oleh sebab itu, dari awal kami meminta supaya tolak pembahasan rancangan undang-undang ini. Supaya apa? Supaya ada hak yang lebih luas untuk bedah lagi. Supaya ada proses diskusi di tingkat panja yang lebih mendalam mengenai konsep-konsepnya. Ini sama sekali tidak. Dalam panja pembahasan RUU ini hanya ketok saja, ketok saja. Tidak ada diskusinya," ungkap Benny.
Benny pun menilai PHK akan banyak terjadi usai Omnibus Law Ciptaker sah menjadi undang-undang. Melalui UU Ciptaker, katanya, pesangon pekerja akan dibayar rendah.
"Setelah ini nanti akan ada PHK habis-habisan. Dan kalau PHK maka dengan undang-undang ini maka pesangon akan dibayar jauh lebih murah," ucapnya.
Kemudian Benny pun menyoroti klaster ketenagakerjaan yang dianggapnya tidak memperhatikan kesejahteraan pekerja. Terutama soal pembagian pesangon untuk buruh.
"Isu tenaga kerja juga kita minta supaya dikeluarkan dari RUU ini. Mengapa? Hak-hak pekerja sama sekali tidak diperhatikan. Yang paling nyata itu adalah ketentuan soal pesangon. Pesangon itu sesuai dengan undang-undang existing itu 32 kali gaji. Ini dipotong. Pengusaha hanya tanggung jawab 16-nya, 16 kali. Lalu pemerintah dikasih tanggung jawab 9 kali. Tapi itu mekanismenya asuransi," tutur Benny.
Menurut Benny, omnibus law RUU Ciptaker hanya mengakomodasi kepentingan pengusaha. Sedangkan, katanya, kepentingan rakyat tidak diperhatikan.
"Tentunya rancangan undang-undang ini kalau teman-teman itu lebih banyak mengakomodir kepentingan pebisnis. Sedangkan kelompok-kelompok rentan masyarakat seperti nelayan, petani, pekerja, UMKM sama sekali tidak diperhatikan," ujarnya.
Selain itu, menurutnya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menolak UU Ciptaker. Ia pun kembali menegaskan partainya menolak omnibus law RUU Ciptaker.
"Oh pasti (SBY menolak). Kami menolak ini," tegasnya.
Diketahui, omnibus law RUU Cipta Kerja telah resmi disahkan di rapat paripurna DPR hari ini. Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrat memilih walk out dari pembahasan pengesahan RUU Cipta Kerja.[]