GELORA.CO - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup ( Walhi) Nur Hidayati mencurigai Presiden Joko Widodo belum membaca langsung draf Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan oleh pemerintah dan DPR.
Sebab, saat memberi pernyataan soal UU itu, Presiden Jokowi justru mengangkat isu yang tidak relevan dengan membantah penghapusan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
"Padahal perdebatan itu sebenarnya sudah tidak di situ lagi. Karena (polemik) soal (pasal mengatur) Amdal itu kan di awal," kata Nur kepada Kompas.com, Sabtu (10/10/2020).
"Jadi, presiden sendiri kan tidak membaca, dari situ bisa disimpulkan apakah presiden membaca dokumennya, atau hanya di-brief saja," sambung dia.
Nur menjelaskan, penghapusan Amdal memang sempat muncul pada draf awal RUU Cipta Kerja yang diinisiasi oleh pemerintah.
Namun, seiring pembahasan yang berjalan di DPR RI dan juga masukan dari pemerhati lingkungan, maka aturan terkait penghapusan Amdal itu telah dicabut.
Perusahaan yang bidang usahanya berdampak pada lingkungan tetap harus mengantongi dokumen Amdal sebagaimana ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
"Oleh karena itu, tak ada lagi orang yang bicara Amdal dihapus," kata Nur.
Nur menekankan bahwa hal yang menjadi perhatian pemerhati lingkungan hidup saat ini adalah dipangkasnya keterlibatan masyarakat serta pemerhati lingkungan dalam proses penyusunan Amdal.
Selain itu, Walhi juga menyoroti kewajiban atau tanggung jawab terhadap kebakaran hutan dalam undang-undang kehutanan yang dicabut. Kewajiban tersebut hanya diganti dengan bertanggung jawab terhadap pencegahan.
"Diskusi ini kan berkembang terus sampai ke draf terakhir yang disahkan kemarin," kata Nur.
Presiden Jokowi sebelumnya menyebut banyak disinformasi dan hoaks yang membuat Undang-Undang Cipta Kerja mendapat penolakan masyarakat. Salah satunya mengenai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang harus dikantongi perusahaan.
Jokowi menegaskan Amdal tak dihapuskan. Perusahaan yang bisnisnya dianggap berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib mengantongi dokumen Amdal ini.
"Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya analisis mengenai dampak lingkungan, itu juga tidak benar. Amdal tetap ada bagi industri besar, harus studi Amdal yang ketat, kata Jokowi dalam konferensi pers dari Istana Kepresidenan Bogor, Jumat kemarin.
"Tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," sambung dia.
Faktanya draf UU Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan terkait Amdal dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Dalam pasal 26 UU PPLH, penyusunan dokumen Amdal melibatkan masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup. Namun, ketentuan itu diubah sehingga penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan hanya melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung. Dengan begitu, pemerhati lingkungan hidup tidak lagi dilibatkan.
Dalam Pasal 26 UU PPLH juga ada ketentuan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal. Tapi dalam Omnibus Law, ayat yang mengatur ini hilang.
Kemudian, Pasal 29-31 UU PPLH yang mengatur tentang Komisi Penilai Amdal yang juga mencakup pakar dan wakil masyarakat serta organisasi lingkungan hidup dihapus.
Tugas komisi itu digantikan oleh tim uji kelayakan yang dibentuk oleh Lembaga Uji Kelayakan Pemerintah Pusat. Hanya ada tiga unsur yang terlibat yaitu pemerintah pusat, daerah, dan ahli bersertifikat. (*)