GELORA.CO - Aksi demo tolak Omnibus Law Cipta Kerja di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (20/10), berjalan kondusif. Meski begitu, polisi menangkap 182 orang.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan penangkapan tersebut adalah upaya antisipasi terjadinya kericuhan.
Polri khususnya Jajaran Polrestabes Surabaya dan Polda Jatim pun melakukan pengamanan berlapis dan menyisir lokasi aksi unjuk rasa.
"Antisipasi terjadinya aksi susulan seperti pada 8 Oktober 2020 lalu, anggota menyisir lokasi aksi unjuk rasa. Hal ini sebagai bentuk menjaga ketertiban, keamanan dan kenyamanan warga kota surabaya. Hasilnya, ratusan orang kita amankan dan kami lakukan pendataan," kata Truno, Rabu (21/10) pagi.
Dari 182 orang yang ditangkap tersebut, dua di antaranya adalah perempuan. Selain itu, dalam hal latar belakang, buruh yang ditangkap sebanyak 24 orang, mahasiswa 26 orang, pengangguran 27 orang, wiraswasta enam orang, pelajar SMA 74 orang, SMP 24 orang, SD 1 orang.
"Dari total 182 orang yang diamankan, dilakukan proses penyelidikan terhadap satu orang yang ditemukan membawa botol pecah yang berbau minyak tanah dibungkus plastik," katanya.
Usai ditangkap, mereka langsung menjalani swab test, dan hasilnya untuk keseluruhan negatif. Setelah dilakukan pendataan, mereka pun dipulangkan.
"Dari yang kami amankan, mereka didata serta dilakukan swab test dan hasilnya semua negatif. Setelah kita data, mereka dipulangkan," pungkasnya.
Sebelumnya, aksi elemen buruh, tani dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus (Getol) Jawa Timur, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, berjalan kondusif, Selasa (20/10).
Mereka akan kembali melangsungkan aksi pada hari ini, Rabu (21/10) hingga Jumat (23/10). Tuntutan mereka sama, yakni mendesak pemerintah mencabut UU Ciptaker melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). (*)