GELORA.CO - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI mengeluarkan pernyataan sikap menolak Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 22 triliun, untuk menalangi kerugian di kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Pernyataan sikap ini dikeluarkan Koordinator Komite Sosial Ekonomi KAMI M Said Didu, dan diketahui oleh Komite Eksekutif KAMI yang diketuai Ahmad Yani dan Sekretaris Syahganda Nainggolan.
"Bersama ini KAMI menolak keras penggunaan uang rakyat lewat Penyertaan Modal Negara melalui BUMN untuk menutupi kerugian perampokan PT Asuransi Jiwasraya," tulis Said Didu dalam pernyataan sikap tertulis yang diterima jpnn.com, Sabtu (3/10).
Setidaknya ada 6 alasan yang mendasari penolakan KAMI terhadap PMN sebesar Rp 22 triliun untuk menalangi kerugian di kasus PT Asuransi Jiwasraya.
Dalam poin pertama alasannya, Said Didu menyebut dari hasil pemeriksaan BPK, kerugian negara yang terjadi pada kasus Jiwasraya sebesar Rp 16,8 triliun yang disebabkan oleh terjadinya "perampokan" di perusahaan pelat merah itu, puncaknya terjadi saat mendekati Pilpres 2019.
"Untuk mengetahui ke mana saja aliran dana tersebut, PPATK sudah menyampaikan analisis terkait aliran dana di PT Jiwasraya sebesar Rp 100 triliun dan masih bisa bertambah," lanjut Didu di poin kedua.
Berikut 6 alasan KAMI menolak PMN tersebut:
1. Diketahui dari hasil pemeriksaan BPK bahwa kerugian negara yang terjadi pada kasus Jiwasraya sebesar Rp 16,8 triliun yang disebabkan oleh terjadinya "perampokan" di PT Jiwasraya yang puncaknya terjadi saat mendekati Pilpres 2019.
2. Untuk mengetahui ke mana saja aliran dana tersebut, PPATK sudah menyampaikan analisis terkait aliran dana di PT Jiwasraya sebesar Rp 100 triliun dan masih bisa bertambah.
3. Dalam proses persidangan terhadap kasus PT Jiwasraya yang sedang berlangsung saat ini, terungkap bahwa telah terjadi "perampokan" di PT Jiwasraya secara terang-terangan atas kerja sama antara pejabat PT Jiwasraya dengan pihak lain melalui transaksi saham dan reksadana serta bentuk investasi lain.
4. Dari fakta-fakta tersebut KAMI berkeyakinan bahwa kerugian puluhan triliun rupiah di PT Jiwasraya adalah "perampokan" yang berlangsung secara terencana dan sistematis, dengan melibatkan banyak pihak.
5. Proses "perampokan" PT Jiwasraya yang terjadi saat mendekati Pilpres 2019, menyerupai proses "perampokan" Bank Century yang terjadi pada saat mendekati Pilpres 2009 yang di-bailout oleh negara sebesar Rp 6,7 triliun.
Dengan modus yang sama, kali ini pemerintah dan DPR menyepakati memberikan dana APBN sebesar Rp 22 triliun kepada PT Bahan sebagai BUMN induk perusahaan asuransi yang antara lain digunakan untuk menyehatkan PT Jiwasraya yang sakit karena dirampok.
6. Di saat negara kekurangan dana untuk menangani dampak covid-19, kesulitan fiskal, dan makin bertambahnya utang, tindakan dan keputusan pemerintah dan DPR sangat tidak rasional dan tidak adil, karena telah menggunakan uang rakyat untuk menutupi kerugian PT Jiwasraya setelah selesai dirampok.
Tidak hanya itu, KAMI juga menyampaikan 5 sikap dan tuntutan terhadap kasus PT Asuransi Jiwasraya.
Pertama, menolak secara tegas penggunaan uang rakyat untuk menutupi kerugian PT Jiwasraya karena "perampokan". KAMI meminta agar dana tersebut dialihkan untuk pembiayaan penanganan covid-19 dan untuk membantu rakyat miskin dari dampak covid-19.
Kedua, meminta kepada penegak hukum agar membongkar secara tuntas semua pihak yang terlibat dalam "perampokan" PT Jiwasraya, termasuk tokoh intelektualnya.
Ketiga, meminta PPATK membuka semua aliran dana PT Jiwasraya, terutama transaksi dan aliran dana yang mencurigakan dan tidak wajar.
Keempat, meminta penegak hukum agar menggunakan undang-undang pencucian uang terhadap tersangka dan pihak terkait, untuk mengembalikan uang hasil rampokan tersebut, agar dapat digunakan menutupi kerugian dan membayar nasabah, bukan menggunakan uang rakyat lewat APBN.
Kelima, meminta kepada semua pihak, khususnya kepada para penegak hukum, agar bersama-sama untuk menjaga kasus "perampokan" semacam Century dan Jiwasraya, yang keduanya terjadi mendekati Pilpres, tidak terulang kembali di masa yang akan datang, dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pihak yang melakukan "perampokan".(*)