GELORA.CO - Intelektual Muda Nadhatul Ulama (NU) Akhmad Sahal menilai Presiden Jokowi telah berubah. Pria yang kerap disapa Gus Sahal ini mengatakan Jokowi tengah mengalami proses DeJokowisasi.
Tudingannya tersebut disampaikan Gus Sahal lewat jejaring Twitter miliknya @sahal_as pada Jumat (9/10/2020).
Sebagai pendukung Jokowi, ia mengaku kecewan lantaran Presiden RI tersebut telah hilang nafas keJokowiannya.
"Makin banyak pendukung Jokowi, termasuk saya, yang merasa Jokowi luntur keJokowiannya," tukas Gus Sahal.
"Jokowi sedang mengalami proses deJokowisasi," imbuhnya.
Lebih lanjut lagi, Tokoh NU ini menyoroti jalannya debat Presiden 2014 silam, saat Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi mengatakan bahwa demokrasi berarti mendengar secara langsung suara rakyat.
Namun, Gus Sahal menyayangkan sikap Jokowi saat ini yang terkesan tak mengindahkan suara rakyat.
"Dalam debat presiden 2014, Jokowi bilang demokrasi adalah mendengar secara langsung suara rakyat. Sayangnya kesediaan Jokowi untuk mendengar suara rakyat kini mulai luntur," tandasnya.
Kicauan Gus Sahal mendapat berbagai reaksi dari warganet.
Tak sedikit yang setuju dengan pernyataan Gus Sahal. Menurut mereka, Presiden Jokowi kini berubah lantaran didesak oleh kepentingan partai politik.
Cuitan Intelektual Muda NU ini sebenarnya menanggapi pernyataan Presdir Mizan Haidar Bagir.
Haidar Bagir lewat akun Twitternya menuturkan betapa ia masih mengingat wajah lugu Presiden Jokowi saat kampanye presiden untuk pertama kalinya.
Namun, memori itu disebutnya mendadak kabur di tengah kebijakan yang seolah tak memihak kepada rakyat.
"Saya masih ingat wajah Pak Jokowi yang lugu saat kampanye presiden untuk pertama kalinya, juga kesederhanaannya dalam berpegang pada pesan Ibunya, agar anaknya menjadi pembela orang-orang lemah," kata Haidar.
"Memori itu seperti mendadak kabur di tengah kebijakan 'jalan pintas' yang tak sensitif kepada rakyat kecil," sambungnya.
Lebih lanjut lagi, Haidar pun tidak percaya apabila Jokowi bekerja sama dengan para oligarki dalam penentuan berbagai kebijakan. Namun, ia menganggap prioritas Jokowi menunjukkan ketidaksensitifan pemerintah terhadap rakyat kecil.
"Saya tak percaya Jokowi berkomplot dengan oligarki dalam berbagai kebijakan pro 'liberalisme' ekonomi belakangan ini. Tapi, prioritasnya kepada upaya menggalakkan para 'kapitalis' asing atau domestik di masa rakyat sedang sudah karena pandemi menunjukkan ketaksensitifan pemerintahannya," tandasnya. (*)