GELORA.CO - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD dan Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) saling berbalas komentar di media sosial twitter.
Mahfud dan HWN berdebat soal komunisme dan kapitalisme. Keduanya saling tuding gagal paham.
Debat panas keduanya bermula dari cuitan Mahfud MD yang menyebut bahwa ada kelompok yang selalu meributkan PKI dan kapitalis.
“Ada meme; bulan September ribut-ribut Film G.30.S/PKI. Pemerintah dituding pro komunisme. Bulan Oktober ribut-ribut UU Ciptaker, dituduh pro kapitalisme,” kata Mahfud MD, Ahad (11/10).
“Teori apa yang bisa menjelaskan ideologi Pancasila kita? Mungkin kita perlu mempertimbangkan teorinya Fred Riggs tentang Prismatic Society,” imbuh Mahfud.
Cuitan Mahfud dibalas oleh Hidayat Nur Wahid. Anggota Fraksi PKS DPR RI ini mengatakan, wajar jika rakyat ribut soal komunisme dan kapitalisme. Sebab, Indonesia menganut ideologi Pancasila.
“Karena kita sepakat NKRI adalah negara Pancasila, justru aneh kalau Pemerintah dan atau rakyat tidak meributkan atau menolak komunisme dan kapitalisme di bulan apapun. Karena memang Komunisme dan Kapitalisme tidak sesuai dengan Pancasila,” balas Hidayat.
Mahfud MD kemudian mengomentari cuitan Hidayat. Mahfud menyebut salah besar jika pemerintah dituding komunisme sekaligus kapitalisme.
“Gagal paham, Ustadz. Benar, kapitalisme dan komunisme harus kita ributin. Tapi kalau satu pihak dituding kapitalis sekaligus komunis itu salah,” tegas Mahfud.
“Sama dengan antum, misalnya, menuduh Aidit itu komunis sekaligus kapitalis. Menurut Anda, rezim kita ini memang komunis dan kapitalis sekaligus?” tanya Mahfud.
Hidayat kemudian balik menuduh Mahfud MD yang gagal paham. Hidayat merasa dituduh oleh Mahfud MD dengan mempelintir argumennya.
“Lho, Saya memang kritisi agar NKRI yang berpancasila juga meributkan komunisme dan kapitalisme sepanjang waktu, tapi kok diplintir jadi “tuduhan”? Antum gagal paham, Prof,” sebutnya.
Hidayat mengatakan, wajar saja jika ada yang bersikap kritis terhadap komunisme dan kapitalisme.
“Di negara demokrasi, kritik wajarnya disikapi sebagai vitamin, yang menyehatkan atau menguatkan daya tahan, untuk kebaikan bernegara,” tandas Hidayat Nur Wahid.[psid]