Oleh: Ilham Bintang
TELAH berpulang ke Rakhmatullah, Awaluddn Pulungan, seorang sahabat yang baik hati. Ia wafat dalam usia 53 tahun di RSUD Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Sebelum mengembuskan nafas terakhir, Sabtu (3/10) pukul 03.00, almarhum sempat dirawat empat malam di rumah sakit itu bersama Megawati, istrinya.
Awaluddin yang akrab disapa Awal adalah alumni Nakasone Programme Jepang angkatan tahun 2000. Nakasone Programme adalah program persahabatan Indonesia-Jepang yang dirintis tahun 1984 oleh Dr Abdul Gafur Menpora RI dan PM Nakasone Jepang.
Bung Awal mengikuti program itu tahun 2000 mewakili kelompok pegawai negeri, utusan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Jabatannya waktu itu sebagai Kepala Seksi Pembangunan Masyarakat Desa. Terakhir, mendiang menjabat sebagai Kepala Kebon Raya Sipirok.
Kami sama-sama alumni program Nakasone. Saya angkatan tahun 1985. Berkenalan dengan Awal baru tahun lalu. Kami sering diskusi di WAG Kappija21 (Keluarga Alumni Program Persahabatan Indonesia-Jepang Abad21). Diskusi makin intens saat persiapan Munas Kappija21 yang dilangsungkan 14 Desember 2019 di sebuah hotel di Jakarta Selatan.
Seperti tipikal warga Sumatera Utara umumnya yang cepat bergaul, begitulah Bung Awal. Hangat dan familiar. Kami langsung akrab seperti telah bersahabat puluhan tahun.
Satu hari sebelum Munas, Bung Awal ke rumah saya bersama dua alumni lain, Bung Birma Siregar dan Bung Ahsantany. Awal dan istrinya Megawati baru satu hari tiba di Jakarta, kedatangannya khusus untuk menghadiri Munas Kappija.
“Sekalian lepas kangen dengan kawan-kawan,” katanya.
Pagi sekali hari itu ia tiba di rumah, sehingga saya hanya sempat jamu sarapan nasi uduk. Kemudian lanjut mengikuti Kajian Agama oleh Ustaz DR Firanda Andirja.
Selesai kajian, dan makan siang, kami sambung ngobrol dan diskusi di teras belakang rumah. Topiknya mengenai Munas Kappija. Bung Awal banyak menyampaikan gagasan dan pandangan mengenai organisasi Kappija di era milenial ini. Diskus hari itu menguatkan kesan saya pada Bung Awal. Dia ASN berpikir. Bukan golongan ASN ecek-ecek.
Awal sadar ia pegawai negeri, namun dia juga tegak lurus berpendirian bahwa pengabdiannya puluhan tahun lebih kepada negara dan bangsa. Bukan hanya kepada orang perorang sesama aparat, bahkan atasan sekali pun. Ia tak segan menyampaikan koreksi keras atas kebijakan aparat pemerintah yang menurut dia kerap sekali melampaui kewenangan dan menyimpang dari perintah konstitusi.
Pandangannya mengenai organisasi semacam Kappija juga menarik. Menunjukkan dia punya pengalaman berorganisasi dan mengikuti dinamika perkembangan masyarakat.
Dia mendengar rencana, saya akan ditunjuk memimpin sidang pada Munas Kappija esok hari. Bersama Birma dan Ahsantani, ia pun secara khusus ia memberi masukan berharga. Di akhir diskusi, kami sepakat Kappija perlu direformasi. Calon pengurusnya yang mau diperjuangkan pun sama dengan yang menjadi aspirasi mayoritas anggota. Klop.
Yang terpilih kemudian menjadi Ketua Umum Kappija adalah Harry Kaligis, sesuai aspirasi mayoritas peserta Munas. Di hari Munas itu ia tampak berbahagia bertemu sesama alumni. Aktif menyapa dan berfoto bersama dengan semua alumni program Jepang dari seluruh Indonesia. Seperti sudah mengisyaratkan itu momen terakhirnya bersama sebagian besar alumni.
Sabtu siang, istri membangunkan saya dari istirahat tidur siang. Ada telpon dari Bung Afdal Marda, Sekjen Kappija. Ia menyampaikan berita duka itu: Bung Awal meninggal dunia subuh tadi. Setengah gelagapan saya mengucap Innalillahi Wainnailaihi Rojiun. Tapi saya masih setengah percaya Bung Awal begitu cepat pergi menghadap Illahi.
Tapi ini nyata. Terkonfirmasi dari informasi dan foto -foto yang dikirim Bung Birma Siregar kemudian. Birma sudah tiba di rumah duka siang itu. Ikut menyolatkan jenasah dan mengantarnya ke pemakaman. Almarhum dimakamkan Sabtu petang sekitar pukul 18. 00 WIB.
Bung Awal orang baik, bersahaja. Pandangan-pandangannya senantiasa merepresentasikan kearifan lokal dalam diskusi bagaimana merajut kebangsaan. Selamat jalan Bung. Semoga Husnul Khotimah. Segala dosanya diampuni Allah SWT, sehingga lapang jalannya, menuju tempat nyaman dan indah di sisi-Nya.
Kepada keluarga yang ditinggalkan, terutama Mbak Megawati, semoga diberi ketabahan dan kekuatan iman untuk mengikhlaskan beliau. Saya tahu ini berat. Bayangkan, selama ini mereka selalu bersama. Di rumah sakit pun bersama, dirawat bersebelahan kamar, tapi kini belahan jiwa itu pergi untuk selamanya. Tanpa pamit.
(Penulis adalah wartawan senior, Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat.)