GELORA.CO - Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum membuahkan hasil. Mahkamah Agung menyunat vonis hukuman penjara menjadi 8 tahun berdasar pada sejumlah alasan.
Jurubicara MA, Andi Samsan Nganro mengatakan bahwa vonis Anas Urbaningrum ini kembali pada putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) pada September 2014 lalu.
Di mana dalam putusan atas kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, kasus pencucian uang, serta proyek lain, Anas divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Di sini ada kekhilafan nyata, bahwa perbuatan yang dilakukan terpidana dari alat-alat bukti hanya memenuhi pasal 11 sesuai dengan PN tingkat pertama,” tegasnya dalam wawancara dengan Trijaya FM, Rabu (1/10).
Anas sendiri sempat mengajukan banding. Pada Februari 2015, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta lalu meringankan vonis Anas dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara. Tapi tetap dikenakan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Namun saat mengajukan kasasi, Mahkamah Agung justru melipatgandakan hukuman Anas. Mantan ketua umum HMI itu divonis 14 tahun pidana penjara, denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.
Majelis berkeyakinan, Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat 1 huruf c UU 15/2002 jo UU 25/2003.
Majelis juga mengharuskannya membayar uang pengganti Rp 57.592.330.580 kepada negara.
Dijelaskan Andi Samsan, ada kekhilafan dilakukan oleh hakim mahkamah kasasi, yaitu mengubah pasal dakwaan dari Pasal 11 UU Tipikor menjadi Pasal 12 huruf a UU Tipikor.
“Ini lebih berat ancaman pidananya,” sambung Andi Samsan.
Dalam keputusan PK, MA menyunat hukuman Anas dan kembali sesuai dengan putusan PN Tipikor.
Majelis Hakim Agung yang diketuai oleh Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Sunarto berpendapat alasan Anas yang menyebut putusan hakim kasasi "khilaf" dapat dibenarkan.
Selain itu, majelis PK juga menyoroti hukuman hak politik seumur hidup. Hukuman itu dirasa melanggar hak asasi manusia.
“Itu tidak ada batasnya. Majelis hakim lalu memutuskan 5 tahun setelah menjalani hukuman pokok,” tutupnya. (Rmol)