GELORA.CO - Penahanan mahasiswa saat aksi menolak UU Omnibus Law mendapatkan kekesalan dari elemen mahasiswa. Para pelajar dan mahasiswa ditahan lebih dari 24 jam.
Diutarakan Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sriwijaya atau Unsri, Bagas Pratama, seorang mahasiwa Unsri ditahan sebelum aksi penolakan Undang-Undang Omnibus Law di Kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan.
Penahanan berlangsung sebelum aksi dimulai oleh para mahasiswa.
Mahasiswa itu mengendarai motor dengan seorang mahasiswa kampus lainnya dan mengarah ke kantor gubernur guna mengikuti aksi.
Pada posisi lebih jauh sekitar 500 meter dari rombongan mahasiswa lainnya, mahasiswa Fakultas Teknik ini malah diamankan oleh polisi tak berseragam.
Saat diamankan, ia dan temannya diminta untuk melepaskan almamater yang digunakan dan langsung dibawa ke kantor polisi. “Sebelum aksi mereka ditangkap, jadi hitungan kami, jika teman kami itu sudah diamankan lebih dari 24 jam,” ujar Bagas.
Ia menilai penahanan terhadap pelajar dan mahasiswa ialah tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian. Para mahasiswa yang ditahan malah tidak melakukan kegiatan melanggar hukum.
“Kami menyesalkan penahanan yang dilakukan polisi. Pertama, mehana dengan represif, peserta aksi tidak memenuhi unsur pelanggaran hukum, dan waktu penahanan (pemeriksaan) sudah melebihi aturan hukumnya, 1x24 jam,” terang dia.
Ia mengingatkan agar pihak kepolisian tidak berlebihan menyikapi aksi yang dilakukan mahasiswa, terutama penyampaian aspirasi mengenai kebijakan pemerintah.
“Di situasi pandemi ini, penahanan harus mempertimbangkan kelayakan kesehatan. Dari teman kami menceritakan, ada lokasi atau situasi yang tidak layak mereka terima,” tutup ia.
Pada Sabtu (10/10/2020) malam, BEM Unsri mendampingi pihak keluarga menjemput mahasiswa yang ditahan saat aksi menolak UU Omnibus Law.
Hal yang sama diutarakan Ayu, perwakilan dari keluarga mahasiswa yang ditahan saat aksi penolakan Undang-Undang Omnibus Law berlangsung di kantor Pemprov Sumatera Selatan.
Ia menceritakan harus menunggu lama atas proses pemeriksaan yang dilakukan polisi kepada keponakannya.
Si keponakan yang ditahan pada pukul 10.00 wib pada Jumat (10/10/2020) harus bermalam di kantor polisi dan baru bisa dibebaskan pada Sabtu (22/10/2020) malam.
“Saya kecewa, proses pemeriksaan sangat lama. Saya sudah menunggu dari jam 9 pagi dan baru pada pukul 11 malam keesokkan harinya, adik keponakan saya dilepas. Itupun saya pertanyakan, kenapa 31 jam harus ditahan di polisi tanpa ada unsur pelanggaran hukum sedikit pun,” ujarnya kepada suara.com, Sabtu malam.[sc]