GELORA.CO - Kelompok buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) menyatakan tidak akan ikut mogok nasional yang akan digelar pada 6 hingga 8 Oktober 2020. Sikap itu merupakan respon dari selesainya pembahasan klaster ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.
KSPN menilai advokasi yang telah dilakukan terkait RUU Cipta Kerja sudah melalui jalan panjang dan kajian kritis, loby, hingga keterlibatan langsung kelompok pegawai dalam audiensi.
“Sampai masuk terlibat dalam Tim Tripartit untuk menyuarakan kritisi soal substansi RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Proses perjuangan panjang tersebut sedang kami kawal terus agar sesuai harapan pekerja/buruh khususnya anggota KSPN,” kata Presiden KSPN Ristadi melalui rilis resmi, Rabu (30/9).
Selain itu, KSPN juga mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Sehingga, aksi mogok kerja dinilainya kurang bijak dan berbahaya bagi buruh yang berdemo itu sendiri.
“Covid-19 menghantam sektor ekonomi dan kesehatan, ini sangat berbahaya bagi masyarakat Indonesia,” katanya.
KSPN yang memiliki anggota lebih dari 300 ribu pekerja, salah satu serikat dengan anggota terbanyak, juga telah mempertimbangkan berbagai masukan dari pengurus pusat dan daerah untuk tidak mengikuti mogok nasional ini.
“Kami juga memperhatikan kondisi anggota yang masih banyak dirumahkan serta belum selesainya kasus ribuan PHK anggota KSPN,” imbuhnya.
Ristadi kembali menegaskan dengan adanya beberapa pertimbangan di atas, KSPN menolak untuk melakukan aksi mogok kerja pada Oktober mendatang. Pihaknya pun meminta agar para anggotanya bersikap tenang.
“Mempertimbangkan beberapa hal tersebut, Konfederasi Serikat Pekerja Nasional tidak akan ikut aksi mogok nasional tanggal 6-8 Oktober 2020. Kepada seluruh anggota KSPN agar tetap tenang dan waspada dengan situasi yang berkembang,” demikian Presiden KSPN Ristadi.
Sebelumnya dikabarkan bahwa DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) dan pemerintah telah tuntas menyelesaikan pembahasan klaster ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.
Beberapa tuntutan serikat pekerja seperti pesangon yang tetap 32 kali, tetap diberlakukannya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan penambahan jaminan kehilangan pekerjaan telah diakomodasi untuk ada dalam draf RUU Cipta Kerja.(rmol)