GELORA.CO - Perdana Menteri Yordania, Omar al Razzaz telah mengirimkan surat pengunduran dirinya kepada Raja Abdullah II.
Pengunduran diri Razzaz merupakan tindak lanjut dari keputusan Raja untuk membubarkan parlemen pada Minggu (27/9) karena dianggap gagal tangani wabah Covid-19 dan dampaknya.
Sesuai konstitusi, jika parlemen dibubarkan maka pemerintah harus mengundurkan diri dalam waktu sepekan.
Setelah menerima pengunduran diri Razzaz pada Sabtu (3/10), Raja memintanya untuk tetap duduk sebagai perdana menteri sementara hingga ia menunjuk pengganti untuk menggelar pemilihan parlemen pada 10 November.
Dalam sepucuk surat penerimaan pengunduran diri Razzaz, Raja mengatakan telah terjadi kesalahan dalam penanganan pandemi Covid-19. Ia juga menggarisbawahi kekhawatiran para ahli medis mengenai sistem kesehatan Yordania yang berada di ambang kehancuran jika penyebaran komunitas Covid-19 tidak terkendali.
Padalnya, telah terjadi peningkatan kasus baru Covid-19 selama sebulan terakhir yang membuat pemerintah banyak dikritik. Pada Sabtu, sebanyak 1.099 kasus dilaporkan di Yordania, membuat totalnya menjadi 14.749 infeksi dengan 88 kematian.
Raja berharap, perombakan yang lebih luas dalam pemerintahan dan parlemen dapat meredakan kekecewaan publik terhadap penanganan pandemi Covid-19 yang ditambah dengan pembatasan kebebasan sipil dan politik di bawah UU darurat.
Pada Juli, pihak berwenang dilaporkan sudah menangkap ratusan aktivis guru yang dipimpin oleh oposisi, serta sejumlah pengkritik pemerintah di media sosial.
Kondisi tersebut juga diperburuk dengan hantaman Covid-19 terhadap ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Yordania diperkirakan akan menyusut sebesar 6 persen pada tahun ini dengan pengangguran dan kemiskinan yang meningkat.
Raja Abdullah menunjuk Razzaz pada musim panas 2018 sebagai perdana menteri untuk meredakan protes terbesar selama bertahun-tahun terkait kenaikan pajak yang diminta oleh Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengurangi utang publik Yordania yang besar. (Rmol)