Oleh:M Rizal Fadillah
KEBIJAKAN Pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 bukan saja gamang, tetapi juga tidak konsisten. Bahasa sederhananya banyak akal-akalan.
Bahkan lebih parahnya Covid-19 dijadikan alat kepentingan politik untuk merangkul, mencangkul dan memukul. Merangkul solidaritas palsu, mencangkul dana rakyat, dan memukul lawan politik.
Kebijakan akal-akalan yang inkonsisten pantas jika disebut dengan kebijakan munafik. Pemerintah secara mencolok menerapkan pilihan model ini. Di samping "esuk dele sore tempe" pada kebijakan umum seperti awal PSBB, kemudian berubah jadi new normal dan terakhir mini lockdown, juga pada pelaksanaannya yang digantungkan pada situasi dan kepentingan.
"Kalibata Gate" adalah upaya sistematik memperalat Covid-19 untuk menyerang Jenderal Gatot dan para Purnawirawan TNI lain yang sedang menyelenggarakan ziarah dan tabur bunga Pahlawan Revolusi korban kebiadaban PKI. Dandim dan Pangdam Jaya menjadi alat penyerangan tersebut dengan menggunakan massa buatan dan bayaran khas rezim.
Dengan senjata "Kesaktian Covid-19", pemerintah menyerang deklarasi KAMI di berbagai daerah. Modusnya seragam yakni dibuat aksi penolakan oleh "massa tangan kekuasaan", kemudian aparat membubarkan acara. Meski sedikit saja upaya ini berhasil, tetapi cara-cara licik dan represif dalam memukul lawan telah dipertontonkan.
Dalam prakteknya "massa tangan kekuasaan" ini juga dibuat kocar-kacir oleh keberanian dan heroisme purnawirawan maupun peserta deklarasi seperti terjadi di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Deklarasi di Bandung, Solo, Karawang, dan lainnya.
Opini artifisial akan keberhasilan membubarkan berbeda dengan fakta yang terjadi yakni seluruh deklarasi telah sukses dan berhasil. KAMI terbentuk di mana-mana.
Kebijakan berbeda diambil pemerintah untuk pilkada. Kepentingan politik pragmatis dalam penguatan jaringan kekuasaan di daerah menjadikan Covid-19 lumpuh dan potensial membahayakan. "Kampanye" pengumpulan ribuan massa tanpa mengindahkan protokol Covid-19 terjadi di Muna, Muna Barat, dan Wakatobi.
Pengumpulan massa tak akan terhindarkan untuk proses pilkada di mana-mana ke depan. Melanjutkan agenda pilkada adalah kebijakan munafik pemerintahan Jokowi. Mendagri hanya bisa menegur untuk acara yang semestinya harus dibubarkan. Teguran dipastikan tidak akan membawa efek jera.
Sebagaima dalam video yang viral tampak acara meriah "kampanye" pilkada di Wakatobi. Dominan massa berkaus merah dan kibaran bendera PDIP di baris depan dengan panggung diisi "petinggi koalisi partai".
Tentu ada PDIP, Nasdem, Golkar, Bulan Bintang, dan lainnya. Acaranya adalah hiburan dangdutan. Penyanyi secara atraktif tengah membawa massa bergoyang. Covid-19 pun ikut bergoyang gembira dan bahagia.
Dengan ngototnya pemerintah untuk memaksakan pelaksanaan pilkada serentak Desember 2020 di masa pandemi Covid-19 ini, maka secara terang-benderang pemerintah telah ngotot juga untuk menerapkan politik licik.
Dari new normal ke mini lockdown dan akan berujung pada smackdown. Gulat yang akan dimenangkan oleh Mr Covid-19.
Bravo Covid 19 "Pahlawan Kebijakan Munafik".
(Pemerhati Politik dan Kebangsaan)