GELORA.CO - Sidang kasus ujaran kebencian dan hoaks dengan terdakwa eks anggota TNI Ruslan Buton kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/10). Pelapor Ruslan, Muannas Alaidid menyatakan ada tiga poin yang termaktub dalam surat terbuka Ruslan kepada Presiden Joko Widodo yang kemudian menjadi viral.
"Tiga substansi frasa yang kami laporkan, pertama tentang mewakili suara seluruh warga negara Indonesia," kata Muanas dalam kapasitas sebagai di persidangan.
Pernyataan kedua yang dipermasalahkan oleh pelapor adalah saat Ruslan mengungkit soal revolusi rakyat dari seluruh komponen bangsa yang berasal dari berbagai suku, agama, dan ras.
Pernyataan itu dinilai mengandung dugaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sehingga dapat dinyatakan melanggar hukum.
"Kedua tadi saya sampaikan, dugaan SARA itu 'Namun bila tidak, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadi gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat'," ucap Muannas sambil menirukan pernyataan Ruslan dalam surat terbuka.
Pernyataan terakhir yang dia permasalahkan adalah soal desakan agar Presiden sebagai mundur dari jabatannya untuk menghindari pertumpahan darah antar sesama.
Ketiga pernyataan dalam surat terbuka itu menjadi dasar Muanas melaporkan Ruslan. Namun, seiring persidangan, terungkap bahwa tiga poin substansi yang diucap Muanas, itu ternyata berbeda dengan keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Pengacara Ruslan, Tonin Tachta mempertanyakan keabsahan pengakuan Muanas sebelumnya sehingga membuat kliennya menjadi tersangka dan ditahan.
"Sekarang saya buka BAP-nya, hanya dua (poin pernyataan). Jadi tambah satu lagi di persidangan?" tanya Tonin kepada Muanas.
"BAP Ini jadi pertimbangan ini, saya sampaikan yang di persidangan saja," kata Muannas menjawab.
Saat ditanyai lebih lanjut oleh Tonin, Muannas mengakui bahwa Ruslan sebenarnya tidak mengungkit SARA sehingga memicu permusuhan sebagaimana dituduhkan sebelumnya.
Hanya saja, menurutnya, pernyataan yang diungkapkan Ruslan melalui surat terbukanya berbahaya. Sehingga, kata dia, seharusnya dielaborasi lebih lanjut kepada ahli di persidangan.
"Surat itu bagi saya sangat berbahaya. Kemudian kami melaporkan," ungkap dia.
Ruslan Buton didakwa telah sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian, menghina penguasa, atau menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran.
Dakwaan itu terkait tindakan Ruslan meminta Presiden Joko Widodo mengundurkan diri lantaran dinilai gagal menyelamatkan bangsa dan negara.
Jaksa menerangkan Ruslan membuat rekaman suara yang berisi permintaan Jokowi mundur. Purnawirawan TNI itu kemudian menghubungi seorang wartawan bernama Andi Jumawi agar memuat berita tersebut di situs media yang bersangkutan.
Ruslan didakwa dengan pasal berlapis. Yakni terkait pelanggaran Pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) (tentang penyebaran kabar yang memicu permusuhan) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kemudian pelanggaran Pasal 14 ayat 1 atau Pasal 14 ayat 2 (terkait penyebaran berita bohong) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, serta Pasal 15 (soal penyebaran kabar tak pasti) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. []