GELORA.CO - Isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang disampaikan eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo ditepis Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Senior Gatot di TNI itu menyebut tidak mungkin ada isu yang tiba-tiba muncul dan meminta untuk tidak menakuti masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Moeldoko saat ditanya mengenai isu adanya ancaman PKI seperti yang diutarakan Gatot. Moeldoko ditanya, apakah selama menjabat sebagai Panglima TNI, ancaman PKI tidak muncul atau bahkan muncul setelah Moeldoko pensiun dari TNI.
Apa kata Moeldoko?
"Saya sebagai pemimpin yang dilahirkan dari akar rumput bisa memahami peristiwa demi peristiwa. Mengevaluasi peristiwa demi peristiwa. Tidak mungkin datang secara tiba tiba. Karena spektrum itu terbentuk dan terbangun tidak muncul begitu saja. Jadi jangan berlebihan sehingga menakutkan orang lain," kata Moeldoko dalam wawancara dengan Staf Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden (KSP), seperti dikutip detikcom, Kamis (1/10/2020).
Moeldoko menyebut, bisa saja se buah peristiwa menjadi komoditas kepentingan tertentu. "Sebenarnya bisa saja sebuah peristiwa besar itu menjadi komoditas untuk kepentingan tertentu," ujarnya.
Moeldoko menyebut narasi kebangkitan PKI yang digaungkan hanya untuk komoditas kepentingan pribadi.
"Saya melihat lebih cenderung ke situ. Kita ini mantan-mantan prajurit, memiliki DNA yang sedikit berbeda dengan kebanyakan orang. DNA intelejen, DNA kewaspadaan, DNA antisipasi, dan seterusnya," ucap Moeldoko.
Moeldoko pun menambahkan, pendapat Gatot yang mengaitkan pergantian dirinya dari posisi Panglima TNI karena ajakan nonton bareng film G30S/PKI adalah pendapat subjektif. Padahal, kata Moeldoko, Presiden Jokowi sebagai panglima tertinggi RI memiliki banyak pertimbangan soal pergantian Panglima TNI.
"Tentang pencopotannya, itu pendapat subjektif. Karena itu penilaian subyektif ya boleh boleh saja, sejauh itu perasaan. Tapi perasaan itu belum tentu sesuai dengan yang dipikirkan oleh pimpinannya. Pergantian pucuk pimpinan di sebuah organisasi itu melalui berbagai pertimbangan. Bukan hanya pertimbangan kasuistis tetapi pertimbangan yang lebih komprehensif," kata Moeldoko.
Di momen hari kesaktian Pancasila, Moeldoko mengajak masyarakat untuk memaknainya lebih luas. Jadi, tidak sekadar berbicara peristiwa G30S/PKI di tahun 1965.
"Pancasila harus mewarnai seluruh segi kehidupan kita. Bukan sekadar bicara peristiwa 1965. Kalau dari peristiwa itu pelajaran yang dibangun adalah kewaspadaan. Apa pun itu, sebagai sebuah peristiwa yang pernah terjadi kita harus selalu waspada. Jangan sampai nanti kita masuk pada situasi yang sama, tapi modelnya berbeda," kata Moeldoko.
Diketahui, Gatot sudah cukup sering bicara soal PKI. Dulu, tahun 2016, dia menengarai isu PKI bisa saja diembuskan pihak tertentu untuk mengadu domba anak bangsa. Kini, Gatot mengaku merasakan kebangkitan PKI sejak 2008.
Memang gerakan ini tidak bisa dilihat bentuknya, tetapi dirasakan bisa. Contohnya kenapa 2008, karena sejak 2008 itulah seluruh sekolah, pelajaran soal G30S/PKI ditiadakan. Ini suatu hal yang sangat berbahaya," kata Gatot saat bicara di kanal YouTube Hersubeno Point, 21 September 2020.
Gatot juga curhat soal seorang 'sahabat di PDIP' yang memintanya menghentikan perintah nonton bareng film G30S/PKI pada 2017 silam, bila tidak mau menghentikan acara itu maka Gatot bakal dicopot dari jabatan Panglima TNI saat itu.
"Pada saat saya menjadi panglima TNI saya melihat itu semuanya, maka saya perintahkan jajaran saya untuk menonton film G30S/PKI. Pada saat itu, saya punya sahabat dari salah satu partai, saya sebut saja partai PDI, menyampaikan, 'Pak Gatot, hentikan itu, kalau tidak pasti Pak Gatot akan diganti'," kata Gatot yang juga salah satu deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini.
Isu Kebangkitan PKI di Mata Survei
Berbicara isu PKI, Lembaga Survei SMRC lantas merilis data terkait bagaimana kepercayaan masyarakat tentang adanya isu kebangkitan PKI. Hasilnya, hanya 14 persen yang mempercayai isu tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas, dalam Survei Opini Publik Nasional SMRC 'Penilaian Publik terhadap Isu Kebangkitan PKI'. Survei ini dilakukan pada 23-26 September 2020.
Total sampel 1.203 responden berusia 17 tahun ke atas, yang dipilih secara acak dari koleksi sampel survei tatap muka yang pernah dilakukan SMRC sebelumnya. Survei dilakukan via telepon. Margin of error survei diperkirakan 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei diawali pertanyaan apakah masyarakat pernah mendengar isu kebangkitan PKI. Hasilnya, dari total responden, hanya 36 persen yang pernah mendengarnya. Sedangkan sisanya tidak mengetahui.
Dari responden yang mengetahui, ditanyakan lagi terkait kepercayaan masyarakat terhadap isu tersebut. Hasilnya, 38,7 persen percaya atau sebesar 14 persen dari total keseluruhan responden.
"Di antara yang tahu 36 persen ini, kita juga tanya apakah setuju atau tidak setuju pendapat tersebut, dan kita menemukan yang setuju itu ada 38,7 persen dari 36 persen tadi atau jumlahnya 14 persen dari populasi, jadi artinya total populasi Indonesia yang tahu atau mengatakan setuju bahwa saat ini sedang ada kebangkitan PKI di Indonesia itu ada 14 persen," ujar Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas, Rabu (30/9).
Sirojudin mengatakan, dari 14 persen itu, jika dikelompokkan sesuai demografi masyarakat, mayoritas adalah beragama Islam dan beretnis Minang.
"Awareness tentang isu kebangkitan PKI lebih tinggi pada kelompok beragama Islam dan beretnis Minang. Sementara tingkat kesetujuan terhadap isu tersebut lebih tinggi di kelompok beragama Islam dan beretnis Betawi dan Minang," ujarnya.(dtk)