GELORA.CO - Pernyataan Presiden Joko Widodo dalam merespons protes berbagai elemen masyarakat terhadap disahkannya UU Cipta Kerja dengan mempersilakan untuk mengajukan gugatan uji materi UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi (MK) punya dua sisi yang harus disikapi secara hati-hati.
Menurut dosen Fakultas Hukum Monash University, Nadirsyah Hosen,
narasi silakan menggugat ke MK pada satu sisi benar. Namun, jika tidak disikapi dengan hati-hati bisa mengundang kesalahpahaman dan ketidaksesuaian.
"Yang akan digugat ke MK itu harus jelas pasal yang mau dipermasalahkan. Kalaupun dikabulkan, maka yang akan dibatalkan MK hanya pasal yang digugat saja, sementara pasal yang lain aman," jelas Nadirsyah, melalui keterangannya kepada Redaksi, Sabtu (10/10).
"Jika pasal yang digugat dan dibatalkan MK itu sangat krusial dalam UU Ciptaker maka ada peluang bagi MK untuk membatalkan UU Ciptaker secara keseluruhan. Mengingat UU Ciptaker bicara tentang banyak bidang, maka tampaknya tidak akan ada satu pasal pun yang sangat krusial yang dapat membatalkan UU Ciptaker," tambahnya.
Artinya, sambung Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama ANZ
ini, narasi silakan gugat ke MK itu hanya terbatas pada pasal yang dianggap bermasalah saja.
Ini jelas akan membutuhkan usaha ekstra untuk menggugat UU CK per bidang dan per pasal. Perlu kerja sama semua pihak terkait (akademisi, tokoh masyarakat, ormas, dan rakyat) yang hendak melakukan uji materi ke MK.
Ditambakan Nadirsyah, memang semua pasal bisa dalam UU CK dapat digugat ke MK, sepanjang didalilkan bertentangan dengan UUD 1945. Hanya saja, menentukan pasal mana dalam konstitusi untuk dasar gugatannya bukan perkara mudah.
Sebab, Kadang kala, norma hukum dalam UU yang bersifat teknis kebijakan cenderung susah digugat karena ketiadaan pasal cantolan di UUD 1945 yang bisa dijadikan argumen.
"Misalnya, soal kewenangan dan teknis fatwa halal pada MUI yang diatur dalam UU Ciptaker bagimana menggugatnya? Bertentangan dengan Pasal 29? Ini tidak mudah membuktikannya. Jadi perlu hati-hati mau menggugat ke MK agar bisa kuat argumentasi penggugat. Tidak bisa hanya menggugat dengan argumentasi: 'kami tidak setuju pasal itu'. Tapi harus menunjukkan bahwa pasal dalam UU CK itu secara nyata dan jelas bertentangan dengan UUD 1945," paparnya
Senior Partner HICON Law & Policy Strategies ini pun berkesimpulan, masyarakat bisa gugat ke MK, tapi tetap harus hati-hati dan spesifik dalam menentukan argumen-argumen yang dapat dijadikan dalil gugatan.
"Sehingga MK tidak begitu saja akan menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau ditolak. Maka jangan gegabah merespon pernyataan Presiden Joko Widodo. Kita perlu berhati-hati," tegasnya.
Nadirsyah pun mengingatkan, butuh kerja sama semua pihak (akademisi, tokoh masyarakat, ormas) yang bersatu-padu menggalang pemahaman soal subtansi UU CK yang bertentangan dengan konstitusi juga sangat penting.
"Langkah yudisial ditempuh. Langkah sosial juga harus dilakukan. Tidak bisa gugatan dilakukan dengan terburu-buru dan tanpa melalui sosialisasi ke publik. Semua harus mendengar keberatan sejumlah pihak terhadap UU Ciptaker. Kalau tidak, elemen civil society akan melakukan langkah yang sama kelirunya dengan DPR yang terburu-buru membahas UU Ciptaker ini. Tentu ini harus dihindari bersama," demikian Nadirsyah Hosen.(RMOL)