GELORA.CO - Massa dari Perkumpulan Pekerja Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta melakukan unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan. Mereka menyuarakan sejumlah tuntutan.
Pengurus PP AGD Dinkes DKI Jakarta Abdul Adjis menjelaskan awal mula terjadi masalah di kalangan internalnya itu ketika pimpinan mereka membubarkan perkumpulan serikat pekerja mereka. Hal itu disebutkannya terjadi pada akhir 2019.
"Kami tenaga kesehatan di bawah Pemprov DKI Jakarta unit Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan DKI Jakarta, kami tenaga kesehatan yang sedang kisruh, sedang berselisih dengan pimpinan kami. Kisruhnya dimulai tahun lalu, di akhir tahun lalu, yang dimulai oleh pimpinan kami yang membubarkan perkumpulan kami," ujar Adjis di lokasi, Kamis (22/10/2020).
Dalam kesempatan itu, Adjis menyuarakan tuntunan massa agar Pemprov DKI menyediakan alat pelindung diri (APD) yang layak bagi petugas AGD. Menurutnya, APD yang layak sering tidak didapatkan oleh karyawan AGD.
"Kami menyuarakan mengenai hak-hak normatif tenaga kesehatan. Satu, APD yang layak, itu sering tidak kami dapatkan," ucapnya.
Kemudian yang kedua, Perkumpulan Pekerja Ambulans Gawat Darurat Dinkes DKI menuntut agar BPJS Ketenagakerjaan mereka dibayarkan. Sebab, kata dia, pembayaran dilakukan baru sampai Maret 2020.
"Yang kedua, jaminan perlindungan BPJS Ketenagakerjaan kami dibayarkan hanya sampai Maret 2020 saja. Selanjutnya sampai sekarang belum dibayarkan," kata Adjis.
Kemudian yang ketiga dia bicara soal alat-alat kesehatan yang tidak sesuai dengan SOP penanggulangan COVID-19. Salah satunya, katanya, tak ada sekat antara sopir ambulans dan pasien.
"Ketiga, masalah alat-alat kesehatan yang tidak sesuai dengan SOP, baik itu unit ambulansnya yang harusnya disekat karena ada penanganan COVID. Ini harus disekat, ada aturan-aturan teknisnya. Itu dilanggar semua oleh kantor, oleh pimpinan-pimpinan kami. Itu yang kami suarakan," katanya.
Karena menyuarakan hal itu, kata Adjis, ada tiga orang yang di-PHK dan lebih dari 72 orang diancam PHK. Adjis menyebut mereka dianggap tidak disiplin.
"Dari situ berkembang sehingga terjadi pemberian hukuman indisipliner yang tidak pernah kami langgar. Kami dianggap membangkang perintah pimpinan. Kami dianggap tidak taat pimpinan, padahal kami tidak menandatangani pakta integritas," katanya.(dtk)