GELORA.CO - Seorang santri warga Kecamatan Kutorejo, Mojokerto meninggal dunia gara-gara terlambat dirujuk dari rumah sakit swasta. Proses merujuk berjalan lama karena orang tua koban tak terima anaknya dinyatakan sebagai pasien suspek COVID-19.
Korban merupakan santri sebuah ponpes di Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Santri perempuan berusia 13 tahun ini anak sulung dari 3 bersaudara pasangan NS (40) dan AR (38).
Ayah korban, NS, mengatakan anaknya terjatuh saat menuruni tangga dari lantai dua di pondok pesantren pada Sabtu (26/9). Saat itu gadis berinisial SS tersebut selesai menjemur pakaian.
"Saya tanya katanya tidak sakit. Hari Senin (28/9) dia pulang. Saat itu makannya banyak tidak seperti biasanya. Seperti orang sehat sampai Selasa (29/9) pagi. Habis tidur siang, dia kejang-kejang dan muntah-muntah," kata NS saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (2/10/2020).
NS lantas membawa putrinya ke rumah sakit di Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto sekitar pukul 15.00 WIB. Korban sempat menjalani rapid test sebelum ditangani tenaga medis di IGD rumah sakit swasta tersebut. Hasilnya reaktif. Foto thoraks juga menunjukkan terdapat bercak putih pada paru-paru korban.
Sekitar pukul 19.00 WIB, dokter menyarankan korban dirujuk ke RSUD Dr Wahidin Sudiro Husodo, Kota Mojokerto. Karena peralatan yang dimiliki rumah sakit swasta itu kurang lengkap untuk merawat korban.
Namun agar putrinya bisa dirujuk, NS mengaku diminta menandatangani surat pernyataan oleh pihak rumah sakit. Padahal, saat itu korban tidak sadarkan diri dan sesekali mengalami kejang-kejang.
Saya diminta tanda-tangan surat pernyataan. Karena dinyatakan COVID-19, saya tak mau tanda tangan. Karena anak saya tidak demam. Masa anak saya baru masuk rumah sakit beberapa jam sudah dinyatakan COVID-19. Itu yang membuat saya tidak percaya," terangnya.
Karena NS menolak menandatangani surat pernyataan tersebut, pihak rumah sakit bersikukuh tidak merujuk korban. Bapak tiga anak ini akhirnya memilih memulangkan paksa putrinya sekitar pukul 22.00 WIB. Saat itu kondisi korban sudah lemas, tidak sadarkan diri, tapi masih bernafas.
"Tidak saya bawa pulang, tapi langsung saya bawa ke RS Gatoel menggunakan kendaraan sendiri," ungkapnya.
Namun, santri berusia 13 tahun itu meninggal dunia dalam perjalanan ke RS Gatoel. Karena saat tiba di rumah sakit tersebut sekitar pukul 22.45 WIB, dokter menyatakan korban sudah tidak bernyawa.
"Saat diperiksa dokter detak jantungnya tidak ada. Kemudian disuruh membawa pulang pakai ambulans. Kami makamkan tanpa prosedur COVID-19," jelas NS.
Meski kecewa dengan pelayanan rumah sakit tersebut, NS mengikhlaskan kepergian putrinya. "Saya ikhlas saja, itu sudah takdir Allah SWT. Semoga anak saya husnul khatimah," tandasnya.(dtk)