GELORA.CO - Aksi penolakan terhadap Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) belum berakhir. Buruh pun mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI dan Gedung DPRD di 20 provinsi bulan depan.
"Secara nasional akan difokuskan, dipusatkan di depan Gedung DPR RI. Secara daerah di 20 provinsi lebih dari 200 kabupaten/kota maka akan dipusatkan di kantor-kantor DPRD provinsi. Aksi besar ini akan meluas," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/10/2020).
Aksi akan dilaksanakan bertepatan setelah reses DPR berakhir, kemungkinan pada awal November nanti.
"Kapan waktunya? Sidang Paripurna pertama setelah dilakukan reses, mungkin diperkirakan awal November. Mudah-mudahan DPR tidak kucing-kucingan lagi, tanda petik ya, maaf kalau ini keliru bahasanya kucing-kucingan lagi. Nanti kayak kemarin pengesahan Undang-undang Cipta Kerja, tadinya tanggal 8 Oktober 2020 dimajukan menjadi tanggal 5 Oktober 2020 dan terjadilah drama yang sangat memalukan," ujarnya.
Baca juga:
Ungkap Pencetus Ide Omnibus Law, Luhut: Jujur Saya yang Mulai
Dia memastikan aksi akan berlangsung damai. Aksi ini dilakukan secara terukur, terarah dan konstitusional. Terstruktur yang dia maksud artinya sesuai instruksi KSPI, dan terarah artinya fokus pada persoalan UU Cipta Kerja yang mereka tolak, tidak ada kepentingan politik dan tidak ada aksi anarkis atau yang merusak fasilitas umum.
"Dan konstitusional kita akan ditempuh melalui mekanisme Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Unjuk Rasa, dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja pasal 4, serikat buruh mempunyai kewenangan untuk melakukan pemogokan. Dengan demikian ini adalah aksi konstitusional lanjutan dari KSPI," tambahnya.
KSPI desak DPR batalkan omnibus law melalui legislative review.
Tuntutan buruh, lembaga legislatif DPR membatalkan UU Ciptaker melalui mekanisme legislative review. Iqbal mengatakan pihaknya sudah mengirim surat resmi kepada sembilan fraksi di DPR untuk meminta upaya tersebut dilakukan.
"Isi surat itu adalah tentang permohonan buruh, dalam hal ini termasuk KSPI meminta kepada anggota DPR RI melalui fraksi agar melakukan yang disebut secara konstitusional dibenarkan yaitu legislative review, yaitu sebuah pengujian legislasi oleh legislator," kata dia.
Menurutnya legislative review dibenarkan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang tercantum pada Pasal 20 Ayat 1, Pasal 21, dan Pasal 22a.
Lalu itu diperjelas lagi dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah diperbaharui menjadi UU 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Jadi cabut omnibus law setelah direview, menghadirkan sidang DPR. Kemudian dibuat undang-undang yang baru, hanya 2 pasal saja yang menyatakan mencabut Undang-undang Cipta Kerja, kemudian pasal duanya dia berlaku mulai pencabutan itu maka Undang-undang Cipta Kerja tidak berlaku lagi," jelasnya.
Jika hal itu tidak digubris oleh DPR maka jalan yang akan dilakukan buruh adalah aksi besar-besaran secara nasional, termasuk di depan Gedung DPR RI.
"Bilamana legislative review ini tidak direspon oleh DPR termasuk oleh fraksi PKS dan fraksi Demokrat, KSPI sudah memutuskan akan melakukan aksi besar-besaran secara nasional," tambah Iqbal. (*)