GELORA.CO - Pekerja di Jawa Barat merasa di kecoh DPR RI, setelah RUU Omnibus Law Cipta Kerja di sahkan pada Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020) kemarin.
Pengesahan tersebut dinilai terburu-buru dan mencederai pekerja yang selama ini memperjuangkan haknya.
"Kami sangat marah dan geram, yang mestinya jadwal rapat paripurna digelar tanggal 8 Oktober 2020, ternyata digelar kemarin pukul 15.00 WIB secara mendadak. Atas kondisi ini, kami sampaikan mosi tidak percaya kepada DPR RI," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto Ferianto, Selasa (6/10/2020).
Kendati UU Cipta Kerja telah disahkan DPR, tak menyurutkan niat organisasi buruh di Jawa Barat untuk tetap menggelar aksi mogok kerja. Aksi tersebut, hari ini digelar serentak di seluruh daerah di Jawa Barat. Aksi melibatkan ratusan ribu pekerja.
Menurut Roy, dengan telah ditetapkannya UU Cipta Kerja, satu satunya jalan untuk membatalkan UU tersebut adalah diterbitkannya Peraturan Perundang-undangan (Perpu) Presiden. Perpu tersebut diharapkan bisa membatalkan poin poin krusial pada klaster ketenagakerjaan yang dinilai merugikan pekerja.
"Tuntutan kami sekarang agar Presiden Joko Widodo membatalkan UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan. Karena tinggal itu jalan keluar yang bisa kami tempuh," beber dia.
Dia berharap, aksi mogok kerja yang dilakukan buruh di Jabar bisa didengarkan presiden. Apalagi aksi ini digelar di tengah pandemi. Kendati menerapkan protokol kesehatan, namun melibatkan masa yang jumlahnya ribuan.
Seperti halnya di Balai Kota Bandung, ribuan buruh menggelar aksi demonstrasi. Mereka duduk dan berorasi di Jalan Wastu Kencana, menuntut agar pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja.
Menurut Roy, aksi buruh menolak UU Cipta Kerja tak akan berhenti hingga tuntutan dipenuhi. Setelah aksi mogok, pihaknya akan mempersiapkan mengambil hak konstitusi dengan mengajukan yudisial review. Namun untuk proses ini, pihaknya akan mempersiapkan kelengkapan administrasi.[]