Penulis: Asyari Usman (wartawan senior)
Penulis angin-anginan, Zeng Wei Jian (ZWJ), kembali membuat ulah. Dia menyimpulkan bahwa di dunia ini tidak ada gerakan moral. Karena itu, dia membuat judul tulisan “Tidak Ada Gerakan Moral”.
Tanpa dia jelaskan pun, semua orang paham. Zeng dirobotkan untuk melancarkan “serangan ilmiah” terhadap kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk menggambarkan bahwa KAMI adalah gerekan politik.
Kita semua mengertilah posisi ZWJ. Pengeluarannya sangat besar. Dia butuh dukungan ‘immoral’ yang besar pula. Agar dia bisa menulis dengan tenang tentang ‘moral’.
Jadi, ‘outgoing’ yang besar itu memerlukan ‘incoming’ yang besar. Ini hanya bisa didapatkan Zeng dengan cara ‘intelectual prostitution’. Harus melacurkan intelektualitasnya.
Celakanya, Zeng melakukan pelacuran itu terlalu vulgar. Dia lepaskan semua pakaian kecendekiaanya sampai ke titik bugil. Semua terlihat. Termasuk ‘intelectual disorder’ dia ikut terpapar. Rupanya, ‘tubuh’ pikiran penulis yang hidup dalam ketergantungan ini, tidaklah semulus yang dibayangkan oleh para pelanggan yang biasa menggunakan jasa pelacuran intelektual Zeng.
Dia mendadani sendiri ‘tubuh’ pikirannya tanpa berkaca lagi untuk memastikan apakah alat-alat make-up yang dia pakai sudah cocok. Zeng kemudian keluar berlenggang-lenggok menjajakan ‘intelectual disorder’-nya yang berbungkus kutipan-kutipan filosofis yang subjektif dan disesuaikan dengan keinginan pemesan.
Tapi, ketika dia menulis “Tidak Ada Gerakan Moral”, terbuka jelas bahwa ZWJ adalah pribadi yang mirip dengan terminologi ‘orang tanpa gejala’ (OTG) dalam urusan Covid-19. Artinya, ketika Zeng mengatakan tidak ada gerakan moral, dia sebetulnya sedang mengidap penyakit kehilangan moral.
Dia tidak sadar bahwa dia sudah tak punya moral lagi. Sama dengan OTG Covid-19. Orang itu tidak tahu kalau di dalam dirinya ada virus Corona. Zeng tidak menyadari ‘immoral virus’ (virus amoral) yang bersemayam di dalam dirinya.
Tidaklah mengherankan kalau Zeng menulis “Tidak Ada Geraka Moral”. Sebab, dia tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Simply because this guy has removed his sense of morality. Dia membuang konsep moral. Kelihatannya, Zeng sudah lelah hidup bermoral.
Sehingga, di dalam ketergantungannya pada pesanan, ZWJ menyimpulkan bahwa semua orang melakukan pekerjaan yang sama seperti yang dia lakonkan. Zeng menyangka semua orang tidak punya moral juga seperti dia.
Zeng lupa atau sengaja melupakan gerakan moral yang dilancarkan oleh Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Martin Luther King, Bunda Theresa, atau Marsinah di Indonesia.
Berpolitikkah mereka? Tidak harus seperti yang dikatakan Zeng. Bahwa pesan-pesan moral para tokoh itu menyentuh atau bahkan menyinggung para politisi, khususnya para politisi busuk, itu sangat mungkin. Bahwa pesan-pesan moral mereka dirasakan mengancam kekuasaan yang sewenang-wenang, itu juga mungkin sekali.
Dalam konteks tulisan Zeng, bisa jadi gerakan moral KAMI diproyeksikan oleh para penguasa sebagai ancaman. Zeng hadir untuk ‘mengolah’ proyeksi ini. Aspek inilah yang dilihat oleh Tom Golway, seorang penulis kontemporer yang juga seorang teknolog digital.
“Ideas and creativity are the most dangerous weapons against those who look to suppress freedom. Never underestimate the power of collective, civil discussions with those who hold opposing views.”
“Gagasan dan kreativitas adalah senjata yang paling berbahaya terhadap mereka yang ingin menindas kebebasan. Jangan pernah anggap remah kekuatan diskusi sipil kolektif dengan mereka yang punya pandangan yang berlawanan.”
Inilah yang dilakukan KAMI. Meramu gagasan. “Konsep,” kata Dr Syahganda Nainggolan –salah seorang deklarator KAMI. Gagasan-gagasan yang akan melahirkan kreativitas untuk menyelamatkan Indonesia.
Pertanyaannya, apakah Indonesia sedang terancam? Zeng Wei Jiang mugkin akan mengatakan tidak ada ancaman. Sebab, hanya orang-orang yang memiliki sensor moral yang bisa mendeteksi ancaman. Bagi Zeng, semuanya sama. Negara dalam keadaan terancam atau tidak, tidak ada bedanya.
Politik tanpa moral, kekuasaan tanpa moral, ekonomi tanpa moral, bisnis ugal-ugalan, eksploitasi alam semena-mena, tidak masalah bagi Zeng Wei Jian. Semua itu tidak perlu moralitas. Bagi Zeng, penindasan ok, korupsi ok, penipuan elektoral ok, kerakusan bisnis ok. Semua ok. Sepanjang perut dia selalu kenyang dan ‘immoral adventure’-nya tidak teracam. (*)