GELORA.CO - Ustaz Hilmi Firdausi melalui Twitter pribadi mempertanyakan dalil apa yang digunakan untuk tetap melaksanakan Pilkada serentak di tengah pandemi.
Sebab dalam kondisi saat ini, ibadah haji saja ditunda bahkan salat Jumat bagi kaum lelaki yang biasa dilakukan di masjid juga ditiadakan.
Masjid juga menjadi tempat terbatas agar masyarakat tidak berkerumun dan menekan angka kasus Covid-19.
"Ibadah haji yang wajib saja bisa ditunda. Sholat jum’at yang wajib pun bisa ditiadakan jika sangat beresiko. Lalu dalil apalagi yang bisa digunakan untuk meneruskan PILKADA ditengah situasi seperti ini ?!" Tulis @Hilmi28 di Twitter yang dikutip akurat.co, Jumat (25/9/2020).
Banyak netizen yang sependapat dengan cuitan Ustaz Hilmi Firdausi. Seperti akun @brigthrita yang tegaskan jika pemerintah harus menunda Pilkada.
"Wajib tunda Pilkada, yang wajib untuk agama aja bisa ditunda apalagi ini hanya pilkada yang jelas menguat kan kecurangan (jelas berdosa)."
"Dalilnya, demi anak mantu, pasalnya kalau ditunda, uangnya cukong susah untuk dikembalikan. Korelasinya ambyar, " kata @HAlthoriq.
Sebelumnya, Ustaz Hilmi Firdausi menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat inovasi baru dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Misalnya, kata dia, Pilkada dilaksanakan secara daring sehingga pemilih tidak melakukan kontak langsung dengan petugas.
"Jika tetap memaksakan Pilkada di era pandemi, kenapa tidak mencoba dengan sistem Pemilu Online atau E Voting berbasis E KTP?," kicau Hilmi menggunakan akun Twitter @Hilmi28, Selasa (22/9/2020).
Hilmi menerangkan, Pilkada daring membuat mudah masyarakat, sebab pemilihan bisa dilakukan di mana saja. Dia melanjutkan, Pilkada daring dinilai mengurangi potensi kecurang yang berjung pada sengketa hasil pemilihan.
"Sistem ini selain bisa dilakukan di mana saja, juga mengurangi potensi kecurangan yang berujung pada sengketa hasil pemilihan. Efektif, efisien dan lebih aman di era pandemi ini," tuturnya.
Juru bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tetap sesuai jadwal tanggal 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih dan dilaksanakan dengan disiplin protokol kesehatan yang ketat.
"Pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi kluster baru pilkada," ujar Fadjroel dalam siaran pers di Jakarta, Senin (21/9/2020).
Fadjroel menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo telah menegaskan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir, karena tidak ada satupun negara yang mengetahui kapan pandemi COVID-19 akan berakhir.[]