GELORA.CO - Langkah Menteri BUMN Erick Thohir mengeluarkan Surat Edaran (SE) 9/2020 tentang Staf Ahli Bagi Direksi BUMN yang ditandatangani pada 3 Agustus 2020 menuai kontroversi.
Pasalnya, setiap direksi BUMN bisa merekrut 5 orang staf ahli yang nantinya dipekerjakan sesuai sistem kontrak dan digaji hingga Rp 50 juta.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir semakin ancur.
Bagaimana tidak, kebijakan-kebijakan Erick Thohir kerap tidak realistis di tengah kondisi perusahaan plat merah yang masih menderita kerugian yang cukup besar.
Ditegaskan Ujang, kebijakan yang diteken Erick Thohir tersebut disinyalir akibat politik balas budi untuk mengakomodir orang-orang yang belum mendapatkan jatah.
"Makin hancur BUMN. Itulah politik akomodatif. BUMN tempat mengakomodasi bagi orang-orang partai dan relawan yang belum dapat posisi. Maka dicari posisi dan jabatannya. Dan staf ahlilah tempatnya itu," kata Ujang Komarudin saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Senin (7/9).
Menurut pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini, kebijakan soal direksi BUMN bisa menggaet lima orang staf ahli dan bergaji Rp 50 juta itu bisa menumbuhkan peluang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Ini menumbuhkan KKN baru. BUMN akan semakin dalam lagi menjadi sapi perah kekuasaan. Di saat BUMN banyak utangnya, adanya posisi staf ahli menambah beban keuangan BUMN," tuturnya.
"Kasihan bangsa ini jika dikelola secara politik dan seenaknya," imbuh Ujang Komarudin. (Rmol)