GELORA.CO - Influencer yang digerakkan oleh Istana tidak akan pernah berperan sebagai ujung tombak transformasi dan demokrasi digital seperti dikatakan jurubicara Istana Negara, Fadroel Rachman.
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menilai bahwa secara teoritik dan praksis dalam demokrasi digital tidak ada ujung tombak.
Karena, kata dia, demokrasi digital membuka seluas-luasnya partisipasi publik di area ruang digital. Ruang publik digital itu, merupakan milik siapapun yang memiliki akses internet ke ruang publik digital.
"Fadjroel Rachman ini ternyata masih perlu belajar lagi tentang Demokrasi Digital selama minimal satu semester lagi. Kok bisa-bisanya mengatakan bahwa influencer disebut ujung tombak demokrasi digital?" ujar Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (1/9).
"Influencer penguasa itu corong penguasa, ia hadir karena fungsi Fadjroel Rachman sebagai jubir gagal dan salah berkali-kali," imbuhnya.
Apalagi kata Ubedilah, influencer yang digerakkan oleh penguasa sangat berpotensi menjadi buzzer penguasa.
"Influencer penguasa juga bukan ujung tombak demokrasi digital tetapi cenderung berpotensi berubah menjadi buzzer penguasa," katanya.
Akibatnya sambung Ubedilah, jika influencer berubah menjadi buzzer, maka ruang publik digital negara ini akan berisi diksi-diksi yang emosional, irasional dan personal.
Jika itu yang terjadi justru menjadi perusak demokrasi digital. Sebab jika influencer berubah menjadi buzzer maka ruang publik digital negara ini akan berisi diksi-diksi yang emosional, irasional, dan personal," jelasnya.
"Influencer penguasa saja sudah bisa membuat sesat publik apalagi berubah jadi buzzer," pungkas Ubedilah. (Rmol)