GELORA.CO - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat lonjakan kasus positif Covid-19 nasional sepekan terkahir sudah mencapai 19,6 persen, jauh lebih tinggi dari sebelum-sebelumnya yang masih berada di bawah 15 persen.
Dari data tersebut, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 IDI Zubairi Djoerban menyarankan pemerintah pusat untuk memerintahkan pemerintah daerah melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara ketat seperti DKI Jakarta.
"Artinya kalau di Jakarta ini tindakan itu dikerjakan setelah melihat bahwa persentase kasus positif itu naik pesat, tadinya 5 persen, 4 persen, 10 persen, sekarang 12,2 persen. Angka nasionalnya lebih gawat, 19,6 persen," ungkap Zubairi Djoerban aaat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (14/9).
"Jadi provinsi-provinsi harus melihat lagi angkanya berapa banyak persentase kasus yang positif selama sepekan terkahir," sambungnya.
Menurut Gurubesar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, jika persentase pertumbuhan kasus positif di suatu daerah mencapai lebih dari 12 persen, maka pemerintah pusat harus menganjurkan untuk diterapkannya PSBB ketat.
"Kalau rata-rata jauh di atas 12 persen, apalagi Jakarta sudah membuat sikap, jadi memang tanggap daruratnya harus berdasarkan data, enggak usah tiru. Tapi kalau memang datanya serius wajib tanggap darurat. Kasihan rakyatnya," tegasnya.
Adapun saat ditanya mengenai kemungkinan penerapan lockdown atau karantina wilayah dilakukan, Zubairi memandang itu sulit dilakukan pemerintah pusat karena faktor ekonomi.
Karena itu, dia lebih cendrung meminta pemerintah untuk menyisir data-data lonjakan kasus positif terbanyak di daerah untuk supaya bisa diterapkan PSBB ketat.
"Kalau lockdown begitu saja tidak bisa. Meski angkanya jelas sih, di saya saja angkanya di Indonesia sekarang persentase kasus positif nasional 19,6 persen. Jadi angka ini saya kira sudah cukup membuat PSBB ulang," tuturnya.
"Namun kalau mau dilihat per provinsi juga monggo, silakan. Namun intinya memang harus segera tanggap darurat, dan itu diputuskan bisa oleh gubernur maupun secara nasional oleh Bapak Presiden, terserah. Mana saja yang bisa bersikap berdasarkan data," demikian Zubairi Djoerban. [rmol]